[caption id="attachment_341070" align="aligncenter" width="600" caption="https://fbcdn-sphotos-f-a.akamaihd.net/ "][/caption]
Sakitnya itu disini, sambil nunjuk ke hati tentunya! Setiap kali akhir tahun, waktu merenung perjalanan 1 tahun dan mau mulai tahun yang baru, selalu di kotori dengan haram mengharamkan soal Natal. Sebagai pengikut Kristus (asal kata Kristen adalah Christianos yang artinya pengikut/follower Kristus) rasanya pedih sekali setiap kali mendengar kata "haram", dan "kafir".
Begitu jahatnyakah kami para pengikut Kristus dimata sobat-sobat ini? Kami ini hanya orang-orang yang mau belajar AMEN yang artinya hidup ini semua dari Tuhan, oleh Tuhan, bagi Tuhan. Soli deo Gloria! Salahkah?
Tidak cukup sampai disitu, tahun 2014 adalah masa yang keras dalam politik Indonesia. Lahirnya Indonesia Baru dengan munculnya Jokowi, Ahok, Anies, Susi, Jonan, Kamil, Ganjar, dll ternyata juga diwarnai dengan munculnya kembali sentimen "Anti Cina". Sehingga muncul istilah ASENG. Unfortunately, bukan hanya pengikut Kristus, saya ini juga termasuk berkulit kuning.
Meskipun tidak bisa lagi bahasa mandarin, tapi sudah lebih dari 3 keturunan keluarga ada di Indonesia. Termasuk marga Thio atau Zhang mungkin saya masih keturunan Thio Boe Ki (Pendekar Pedang Naga) atau Thio Sam Hong alias Zhang San Fu (Pendekar Kelana), sehingga nyaman di sebut pendekar Solo.
Bermata sipit, dan bermarga Thio adalah sebuah rahmat dariNya, karena lahir saya sudah seperti ini. Mengapa saya dimusuhi karena ini? Mengapa tidak memusuhi yang menciptakan saya? Pahit rasanya setiap kali muncul isu-isu soal cina, tionghoa, atau bahkan kata "babi".
Sakitnya hati ternyata belum berhenti. Tiba-tiba kata ASING-pun menjadi haram dan jahat. Semua yang berbau barat selalu salah, rakus, dan dosa. Dan lagi-lagi, saya tertegun. Bukan hanya pengikut Kristus, keturunan Cina, saya pun lulusan Asing. Selesai sudah. Triple haram orang-orang seperti saya ini. Asing, Aseng, dan Amin.
Menjadi pertanyaan akhir tahun saya adalah apakah begitu susahnya bangsa ini untuk berhenti bermain jadi tuhan-tuhan kecil, dan stop men-steoreotype orang sembarangan? Yang jelas seperti kata Jokowi, saya bersyukur dilahirkan dalam keluarga Aseng dan Amin yang berkesempatan belajar di Asing.
Sebuah perenungan kecil di bulan Desember.
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H