Lihat ke Halaman Asli

Hanny Setiawan

TERVERIFIKASI

Relawan Indonesia Baru

1,5 Tahun Menjadi Sales Kompasiana

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa sadar hampir 2 tahun terakhir saya sudah bergabung dengan keluarga besar Kompasiana. Boleh dikatakan belum terlalu lama dibandingkan kompasianer-kompasianer yang senior di tempat ini.  Sejak awal saya langsung tertarik dengan bisnis model kompasiana yang menganut mahzab Pepihsiana (Diambil dari nama kang Pepih sang pencetus ide blog keroyokan ini).

Community-based business adalah salah satu bentuk model yang sangat diperhatikan di teori bisnis modern. Lahirnya CSR (Corporate Social Responsibility) juga bagian dari model community-based business.  Inti dari model ini sebenarnya sederhana, melibatkan stakeholder menjadi bagian integral dari produk/jasa yang di tawarkan perusahaan.

Kompasiana sudah terbukti berhasil membuat kompasianer menjadi bagian dari Kompas Group.  Brand Kompas yang kuat menjadi semakin kuat.  Biarpun mungkin awalnya tidak menyangka akan sampai sejauh ini (Berdasarkan buku kang Pepih Kompasiana Etalase Warga Biasa), Kompasiana sudah berhasil "Dance With Business Rhthym".   Dan ini sesuai konsep mantan professor saya di Bentley University - Jeffrey C. Shuman, CSAP, PhD - di bidang entrepreneurship, yaitu konsep Rhythm of Business (baca sumber)

***

Ritme bisnis Kompasiana ternyata berhasil mengajak ribuan Kompasianer, termasuk saya untuk ikut "menari" bersama.  Bahkan KompasianaTV yang baru diluncurkan saya prediksi akan mampu meraup "modal sosial" yaitu para kompasianer lebih banyak lagi.  Jadi seakan-akan menggalang dana lewat BEJ, Kompas menggalang modal sosial melalui Kompasiana dan sekarang KompasianaTV.  Dan ini keren sekali untuk ukuran Indonesia.  Sesuatu yang segar dan fresh di industri kreatif yang masih sangat muda di Indonesia.

Sebagai bukti tarian saya bersama Kompasiana adalah setelah saya hitung-hitung saya sudah memasukkan lingkaran saya menjadi kompasianer aktif/pasif di angka puluhan orang.  Jadi teman-teman kerja, keluarga, dan lingkaran saya menjadi tahu Kompasiana, bahkan ada yang mulai ikut menulis.  Saya menjadi sales Kompasiana tanpa gaji.  Dan hebatnya saya tidak keberatan.

Bahkan sekaran ini saya mulai mempromokan KompasianaTV ke staff dan karyawan untuk menjadi bagian dari pengembangan HRD, model pembelajaran, dan pengembangan bisnis.  Fenomena ini lebih jauh dari yang saya bayangkan semula, dan kelihatannya ini bukan akhir tapi baru sebuah awal lahirnya bisnis model - bisnis model baru di industri media di era digital.

***

Kalau kita melihat 10 orang terkaya di Amerika dibanding Indonesia kita langsung akan melihat perbedaanya. Di US dominasi orang-orang kreatif sudah terjadi.  Di indonesia masih didominasi pabrik rokok, dan infrastruktur yang sarat dengan latar belakang "konglomerat hitam" dimasa lalu.

Suatu mimpi dan kerinduan saya adalah melihat lahirnya ribuan perusahaan baru di bidang industri kreatif seperti Kompasiana ini yang akan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.  Bahkan kita harus mulai ekspor produk-produk kreatif ke Indonesia.  Mengapa harus Facebook, Twitter, dan Google terus?  Mengapa tidak suatu kali Mark Zuckenberg akan menjadi Kompasianer, misalnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline