Lihat ke Halaman Asli

Hanny Setiawan

TERVERIFIKASI

Relawan Indonesia Baru

Semakin Sulitnya Mencari Pengamat Politik yang Objektif

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423373063649589815

[caption id="attachment_395562" align="aligncenter" width="488" caption="seniorspectrumnewspapers.co)"][/caption]

Lahirnya pengamat-pengamat warga yang lugas membawa secercah harapan untuk demokrasi semakin sehat. Secara teori, demokrasi partisipatif adalah bentuk varian demokrasi trias politika konservatif. Dengan perkembangan teknologi digital melalui sosial media, konsep demokrasi partisipatif semakin terasa kekuatannya.

Pengamat-pengamat profesional seperti Denny Indrayana, Yusril Ihza Mahendra, Burhan Muntadi, Denny JA, dll diadu dengan Gun4awan, Gatot, Pakde Kartono, Rachmat Koto, Mike Reyssent, dll. Hasilnya sejauh ini pengamat warga tidak kalah tajam dan galak dengan yang profesional.

Bahkan kadang terkesan pengamat sepert Siti Zuhro, Didik J. Rachbini hanya mengumbar like atau dislike tak ubahnya dengan komentator awam.

Pengamat warga seakan menemukan destiny-nya, dan saya termasuk yang mendapatkan berkah dari fenomena ini.

***

Artikel ini saya tujukan sebagai otokritik dari semua pengamat warga, termasuk saya. Berkembangnya dengan membesarnya fenomena media sosial, sehingga membedakan yang mainstream dan nonmainstream semakin sulit, pengamat warga semakin terlihat "angkuh" dan kurang belajar. Dalam membuat opini terkadang kita takabur dan merasa paling tahu sendiri. Bahaya sekali.

Sebagai pengamat warga kita hanya bisa membaca yang tersurat, dan mencoba mengerti yang tersirat. Dan yang tersurat kita dapatkan dari media-media yang juga ditulis oleh jurnalis/reporter muda yang mungkin juga baru belajar menulis. Artinya, DATA dan INFORMASI yang pengamat warga sangat terbatas. Sehingga bisa terjebak opini atas opini, bukan opini atas data. Akibatnya, pengamat warga bisa menjadi testing the water para "political strategic designer".

Sebagai contoh, judul artikel "Saya kecewa memilih Jokowi", atau "Prabowo Mendukung Jokowi Meninggalkan PDI-P" menjadi sangat absurd dan penuh dengan kesengajaan memainkan emosi para pengamat warga.

***

Para pengamat warga bisa dikatakan "mewakili" kelompok menengah yang memang sangat terkenal susah dipegang komitmennya. Bisa ke kiri atau ke kanan tergantung mood. Seperti air di daun talas, mudah diombang-ambingkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline