[caption caption="http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/03/04/365973/szuyedL9Hh.jpg?w=668"][/caption]Ruang publik adalah ruang dimana setiap orang dapat mengaksesnya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, tanpa pengecualian (semua kalangan) untuk mengaksesnya dan setiap orang dapat menempati/ dapat memanfaatkannya tanpa batas tetapi masih dalam kendali/ bertanggung jawab atas kebebasannya. Ruang publik memberikan kebebasan bagi warganya untuk mengaksesnya sebagai wadah diskurus kepentingan-kepentingan umum, dimana masyarakat dapat berdiskusi dengan melakukan berbagai aktivitas. Misalnya, mahasiswa berdiskusi mengenai politik negara/ membahas perkuliahan mereka, perkumpulan ibu-ibu yang membicarakan mengenai gosip, pendidikan anak-anak mereka dan berbagai diskusi lainnya. Ruang publik memberikan kebebasan bagi masyarakatnya.
[caption caption="http://3.bp.blogspot.com/-aEFoPy_Mf2g/T36SLn-J2jI/AAAAAAAAAGA/g3T161w0foY/s1600/CSB2.jpg"]
[/caption]
Cirebon yang dikenal sebagai kota Udang dan memiliki pelabuhan terbesar di Jawa Barat yaitu Pelabuhan Cirebon, nampaknya wali kota kurang memperhatikan ruang publik bagi masyarakatnya. Cirebon yang awalnya hanya memiliki satu-dua mall/ pasar modern, kini pusat perbelanjaan modern tersebut sudah semakin banyak, bahkan mencapai dua puluh lebih, mulai dari yang kecil hingga yang besar dan beringkat. Pusat perbelanjaan yang ada seperti Grage Mall 1, Grage Mall2, Cirebon Super Block (CSB), Cirebon Trade Center, Gunungsari Traede Center(GTC), Cirebon Mall, Toserba Yogya Grand, Toserba Yogya Siliwangi, Toserba Surya, Pusat Grosir Cirebon(PGC), Balong Indah Plaza, Cirebon Square, Tuparev Super Block, Rajawali Trade Center dan lain sebagainya, di tambah Mall baru yaitu Cirebon Town Square (Cietos).
Selain pembangunan mall, pembangunan Hotel juga bertebaran dimana-mana. Lebih dari lima puluh hotel di bangun di Cirebon. Mulai dari Hotel kelas melati seperti Hotel Asia, Hotel Baru, Hotel Cirebon Indah, yang menawarkan paket Rp 100 ribu permalamnya, hingga Hotel-hotel berbintang seperti Hotel Aston, Hotel Bentani, Hotel Grand Apita, Hotel swissbell, Hotel Sutan Raja, Hotel Santika, Hotel Grage yang menawarkan paket mencapai Rp 1 juta permalamnya.
Maraknya pembangunan Mall dan Hotel menyebabkan semakin terbatasnya Ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Tempo.co, pembangunan RTH di Cirebon hanya mencapai 9%, padahal idealnya adalah 30% dari luas kota. Penyebab minimnya RTH ini, menurut Ano, Wali Kota Cirebon, selain ketiadaan lahan yang memadai juga karena lemahnya pengawasan dalam perizinan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Sebelum membangun tempat bisnis, investor sebenarnya diwajibkan untuk memenuhi izin amdal, terkadang amdal terpenuhi, tapi pengawasannya tidak berjalan kurang/ tidak efektif.
Warga juga sempat berontak dengan adanya pembangunan Mall Yogya, warga meminta agar pembangunan tersebut dihentikan, karena tembok pembatas antara rumah warga dan mall tersebut roboh, warga menghentikan karena tidak ingin terjadi hal serupa. Warga juga mengaku bahwa besi penopangnya hanya kecil dan tidak memedai untuk menahan beban yang berat dengan tembok sepanjang 48 meter. menurut metrotvnews.com
[caption caption="http://www.cirebonnews.com/media/k2/items/cache/dd9b4b0a80eff28fc65a7f105431f022_XL.jpg"]
[/caption]
Kurangnya lahan hijau juga membuat Cirebon tak jarang dilanda banjir. Banjir di beberapa titik seperti daerah Perumnas, Kali Baru selatan dan utara, Sukalila, Cipto, Tuparev dan lain sebagainya. Banjir yang sempat menghebohkan yaitu banjir di salah satu pusat perbelanjaan CSB, banjir tersebut disebabkan karena hujan yang deras dan kurangnya daerah resapan air yang menyebabkan banjir hingga mencapai selutut orang dewasa. Banjir juga sempat mencapai 1,7 meter di daerah Gunung jati, penyebabnya ialah adanya pembangunan jalan Tol Kanci-Pejagan
Maraknya pembangunan di Cirebon, seharus lebih memperhatikan dampak lingkungan sekitar dan apa yang berimbas pada masyarakat. Pembangunan seharusnya berwawasan lingkungan dalam arti pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat. Misalnya pembangunan Mall CSB dan Hotel swissbell di samping sekolah, apa dampak bagi lingkungan sekitar? Pusat perbelanjaan akan ramai pengunjung dan pengunjung yang berdatangan menggunakan kendaraan bermotor, hal ini menyebabkan polusi udara, proses belajar mengajarpun bisa terganggu dengan adanya polusi dan kebisingan suara kendaraan bermotor. Selain itu, mall dan hotel yang banyak mengunakan pendingin ruangan/ AC yang mengeluarkan zat berbahaya dari freon yang ada pada AC, dan menyebabkan menipisnya lapisan ozon shingga menimbulkan pemanasan global.
Tahun 2014, menurut Republica.co.id, Pemerintah Cirebon, akan alokasikan Rp 3 miliar untuk RTH, tapi kenyataannya belum ada perubahan hingga 2015 ini, beberapa warga Cirebon yang saya wawancarai via BBM, mereka mengaku belum ada RTH baru, mereka hanya mengetahui RTH hanya sebatas alun-alun kota yang berdiri bersamaan dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Pembangunan boleh saja dilakukan, asalkan pemerintah kota melakukan pembangunan tersebut berbasis lingkungan, dimana segala perencanaan pembangunan tersebut harus teranalisis baik dampak positif maupun negtifnya, segala perijinan pendirian bangunan harus lebih di perketat. Jangan sampai pembangunan hotel, pusat perbelanjaan, jalan tol dan sebagainya terlaksana, akan tetapi tidak memperhatikan ruang terbuka hijau yang merupakan ruang publik bagi masyarakat. Memang Hotel, mall, jalan tol bisa dikatakan sebagai ruang publik, akan tetapi tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai ruang publik karena masyarakat masih harus membayar ketika memasuki tempat-tempat tersebut dan aksesnya pun terbatas, juga tidak semua kalangan dapat mengaksesnya. Intinya ialah pembangunan harus memperhatikan RTH bagi masyarakat yang merupakan ruang publik bebas bagi masyarakat.