Lihat ke Halaman Asli

Inspirasi Film ‘Honeymoon’ : Feminisme

Diperbarui: 19 September 2015   22:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dok.Pribadi 2014"][/caption]Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak antara laki-laki dan perempuan. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Setelah Revolusi Perancis dan Amerika, peran wanita dianggap kurang beruntung dari laki-laki pada realitasnya[1]

Anggapan bahwa perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki sudah ada sejak revolusi Perancis 1776. Wanita kerap kali dianggap tidak berdaya, lemah, tidak bisa menjadi pemimpin, wanita hanya dijadikan objek dan sebagainya. Padahal dalam realitas sosial, tidak semua wanita seperti demikian. Banyak wanita yang bisa menduduki posisi/jabatan layaknya pria. Misalnya Gubernur Bank Indonesia yang pernah diduduki Miranda Gultom pada 2009, Mega Wati yang pernah menjabat sebagai Presiden RI pada 2001-2004 dll.

Wanita dianggap lemah, tidak hanya terjadi pada saat Revolusi Perancis, akan tetapi berkelanjutan hingga dewasa kini. Wanita dianggap lemah tidak hanya terjadi dalam realitas soasial di masyarakat, tetapi dari adegan dalam film-film yang di tampilkan di layar televisi. Terinspirasi dari film honeymoon yang sempat di review oleh penulis. Dalam Film ini, terdapat beberapa adegan yang menggambarkan bahwa wanita dianggap lemah dan tidak berdaya. Wanita kerap kali disakiti oleh kaum laki-laki. Wanita kurang mendapat perlakuan yang layak.

Film Honeymoon yang rilis tahun 2013, disutradari oleh Findo Pirnomo, dalam film ini dibintangi oleh Shireen Sungkar, Al Fathir Muchtar, Nino Hernanez, Sylvia Fully, Ardina Rasti, Wakid Khalid, Meriam Belina, Jaja Mihardja,dll. Film yang ditulis oleh Diana Ali Baraqah, menceritakan tentang Farah (Shereen Sungkar) yang mempunyai sindrom Vaginismus yaitu trauma masa lalu karena melihat tragedi pemerkosaan salah seorang temannya dan menyisakan memori buruk pada dirinya. Berbagai problematika muncul dalam film ini mulai dari perselingkuhan karena sang istri belum juga mendapatkan keturunan, seorang suami yang sepulang kerja selalu memaki dan memukuli istrinya sehingga disini bertentangan dengan paham feminisme yang memperlakukan wanita dengan baik yaitu sebagai subjek bukan sebagai objek bagi kaum lelaki.

[caption caption="Dok.Pribadi 2014"]

[/caption]Adegan dalam gambar 1 diatas ialah Fathir yang sebenarnya adalah suami Shireen Sungkar, selingkuh dengan sekertaris barunya karena sang istri belum juga hamil karena menderita sindrom Vaginismus. Sepulang kerja, suami Shireen ini mengajak sekertaris barunya pulang akan tetapi si sekertaris baru ini mengajak untuk pergi ke hotel.

[caption caption="Dok.Pribadi 2014"]

[/caption]Sedangkan dalam gambar 2 terjadi dialog  Fathir kepada Shireen “Gunanya istri dirumah itu bukan cuma beres-beres dan memasak seperti itu!! Aku nikahin kamu buat jadi Istri bukan pembantu!!” dengan nada keras pada istrinya. Dalam 2 gambar tersebut Fathir hanya memperlakukan istrinya sebagai objek, dimana ia berkata bahwa istrinya bukan pembantu dan ia juga menselingkuhi istrinya, secara tidak langsung, ia hanya menganggap istrinya sebagai objek dirumahnya karena belum bisa memberikan dirinya keturunan.

[caption caption="Dok.Pribadi 2014"]

[/caption]Dalam gambar ke 3, Rachel (Ardina Rasti) selalu diperlakukan kasar oleh suaminya Bryan. Bryan merasa tertipu oleh Rachel karena didapati istrinya sudah tidak perawan lagi ketika hubungan pertama kali pernikahan mereka. Bryan menganggap istrinya sebagai pelacur, ia sama sekali tidak menganggap istrinya, tidak memperlakukan istrinya dengan baik. Dari paham feminism liberal yang menyatakan bahwa adanya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini tidak ada nya kesetaraan., dimana sang suami hanya menanggap istrinya sebagai objek dan memperlakukannya dengan sesuka hati.

Dari pemahaman adegan yang ada, konklusinya ialah mengajarkan kita untuk memahami kehidupan ketika memutuskan untuk menjalin suatu ikatan pernikahan, dimana setiap pasangan hidup pasti memiliki kekurangan dan kelabihan. Mengangkat film ini dimana  paham feminisme memandang wanita harus diperlakukan sebagai subjek yang bener-benar memiliki derajat seutuhnya, setara dengan kaum lelaki. Bagi kaum laki-laki, dalam realitas sosial dalam keluarga seharusnya memperlakukan wanitanya dengan baik, menghormatinya dan menghargainya.

 

[1] http://www.scribd.com/doc/57639055/Definisi-Dan-Sejarah-Feminisme#scribd di akses pada 19/9/20115

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline