[caption id="attachment_317189" align="aligncenter" width="300" caption="Akankah hati menjadi bersih bila terbiasa meninggalkan jejak yang mengganggu kebersihan"][/caption]
Idul Fitri berlalu.Opor, ketupat, rendang, sudah melorot ke dasar panci. Kue-kue aneka rasa mulai berkurang dari toples-toplesnya.Tapi berbanding terbalik dengan satu hal ini: sampah.
Di hari Raya, keluarga-keluarga yang ditinggal pembantunya, tak ada waktu untuk mencuci.Gelas-gelas suguhan untuk tetamu yang silaturrahim diganti dengan air minum dalam kemasan.Piring opor, rendang, diganti dengan mangkok plastik, styrofoam, sekali pakai lantas buang.Berapa kali lipat produksi sampah dibanding kondisi normal?Di hari-hari biasa, setiap orang memproduksi sampah 0,8 kg perhari.Data RPJMD Kota Bandung 2013-2018, sampah di Kota Bandung (2013) yang diangkut ke landfill/TPA 1.029 ton perhari.Yang tidak terangkut 357 ton perhari.Nah, di hari Raya, bila tidak menahan diri memproduksi sampah, ngeri membayangkan peningkatan volume yang terjadi.
Sampah, khususnya non organis yang memerlukan waktu menahun untuk terurai, sampai hari gini belum juga diwaspadai sebagai potensi bencana.Meski berkali-kali bahkan ratusan kali situasi ‘panen sampah’ diungkap media.Tetap saja para warga – khususnya di perkotaan-- bergaya hidup santai tanpa beban memproduksi sampah non organis. Demikian pula Deklarasi Indonesia Bersih Sampah 2020 yang dikumandangkan medio Februari 2014 lalu, nyaris tak terdengar gaungnya di skala rumah tangga.See more at: http://www.menlh.go.id/hari-peduli-sampah-2014-indonesia-bersih-2020/#sthash.Id8rizoK.dpuf
Ya, rumah tangga produsen sampah terbesar.Data dari Kementerian Lingkungan Hidup RI, paling dominan sampah di Indonesia berasal dari sampah rumah tangga yaitu 48 persen, pasar tradisional 24 persen, dan kawasan komersial sebesar 9 persen. “Jadi, kita-kita ini kontributor sampah itu sendiri," kata Drs. Rasio Ridho Sani, MCOM, MpM, Deputi IV Bidang Pengelolahan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Sampah KLH (19/2/2014). Dari hasil studi di tahun 2008 yang dilakukan beberapa kota, pola pengelolaan sampah di negeri kita adalah diangkut dan ditimbun di landfill/TPA sebesar 69 persen, dikubur 10 persen, dikompos dan daur ulang7 persen, dibakar 5 persen, dan sisanya tidak terkelola sebesar 7 persen.See more at: http://health.liputan6.com/read/831503/sampah-di-indonesia-paling-banyak-berasal-dari-rumah-tangga#sthash.wrih3O4w.dpuf
Mengakhiri Idul Fitri tahun ini, berani mengubah diri untuk menjadi bersih, kembali fitri, juga berani mengubah diri untuk melanjutkan bersih dan tidak mengotori lagi. Sampah sudah menjadi wujud visual yang merefleksikan kesia-siaan; sesuatu yang sejatinya bisa dicegah sebisa mungkin, sebelum menjadi bencana.Mulai 1 Syawal 1435 H ini, dimulai dari kembali fitri, dengan awal yang bersih, niatkan dengan Basmallah untuk mengurangi sampah, mulai membiasakan tak meninggalkan sampah yang mengganggu kebersihan.Kolega saya yang inspiratif, Bijaksana Junerosano, menuliskan kalimat di bawah foto ironi sesaat beliau bubaran shalat Ied kemarin:“Akankah hati menjadi bersih bila terbiasa meninggalkan jejak yang mengganggu kebersihan”. Wallahu’alam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H