Kelompok kami mengambil artikel dari Koran harian Kompas per tanggal 10/10 dengan judul Mencemaskan Masa Depan Petani, dimana artikel ini membahas mengenai dampak yang akan dihadapi oleh para petani lokal di Indonesia dengan pengesahan UU Cipta Kerja dan juga langkah pemerintah dalam mengambulkan tuntutan WTO, tentang pelonggaran impor pertanian dan mengubah sejumlah pasal UU pangan, UU Hortikultura, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di dalam UU Cipta kerja yang dinilai akan menimbulkan masalah yang krusial terkait kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.
Perlu diketahui bahwa perjanjian Indonesia dengan WTO menimbulkan adanya masalah non-tariff, dan masalah non-tarif ini yang menyebabkan semakin berkembangnya barang impor dan mudahanya proses barang luar negeri masuk ke dalam wilayah pasar dalam negeri Indonesia, khususnya pertanian. Tentunya apabila pertanian kita siap untuk menghadapi pasar luar, akan tidak masalah. Namun, nyatanya banyak sekali petani-petani lokal di Indonesia yang semakin tergerus dan menangis. Baru-baru ini petani tomat melampiaskan kekecewaan mereka dengan membuang hasil tomat mereka di jalan dan membagi-bagikan secara gratis kepada orang-orang yang mereka temui, karena harga tomat yang anjlok karena adanya persaingan ini.
Dampak yang mungkin akan dihadapi nantinta akan semakin derasnya arus masuk pangan impor. Padahal jika kita ketahui bahwa tanpa pelonggaran impor pangan saja sudah cenderung naik impor pangan ini dari beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dari hasil Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) dibawah ini baik berdasarkan volume Impor menurut golongan dan juga data Impor komoditas pangan Indonesia:
Dampak lanjutannya, para pelaku khususnya peratanian di dalam negeri baik itu petani, peternak, pekebun, pembudidaya, dan nelayan akan berhadapan langsung dengan produk pertanian impor di pasar lokal. Para petani lokal kita akan menghadapi "perang" di sebuah arena perdagangan bebas yang nantinya akan menguji daya saing, produktivitas serta keunggulan komparatif dan juga kompetitif. Masalah yang akan dihadapi bagi para petani lokal di Indonesia ini adalah, akankah mereka siap?
Peratanyaan ini yang membuat pemerintah harus berupaya mencari strategi-strategi jitu sehingga dapat membantu petani-petani lokal di Indonesia memenangkan perang ini. Namun apa yang terjadi, yang seharusnya pemerintah berupaya membantu kemenangan petani-petani lokal ini malah mereka harus dihadapi dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja. Ironi, dimana mereka baru selesai menghadapi harga sayuran yang hancur tak karuan karena lesunya peminat di tengah pandemi Covid-19 dan masuknya sayuran impor ini. Lonjakan suplai kadang bukan hal utama karena petani sedang masa panen raya, namum volume impor yang tidak terkendal. Hal ini mengakibatkan pasokan komoditas membanjiri pasar ketika petani lokal ini yang seharusnya tengah menikmati hasil jerih payahnya malah harus memakan kepahitan.
Sebaiknya pemerintah mulai menyeleksi terhadap produk yang masuk, seperti kita ketahui Negara kita masih cukup dalam pasokan pangan. Hal ini dapat dilihat dari Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2019, dimana menyebutkan bahwa ketahanan pangan Tahun 2019 aman karena adanya kolaborasi antara beberapa stakeholders baik itu Pengembangan Korporasi Usaha Tani (PKU), Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia (PUPM-TTI), Lumbung Pangan Masyarak (LPM), Pemberdayaan Pekarangan Pangan melaluiKawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) dan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Tidak hanya itu Pemerintah pusat, daerah dan juga PD. Pasar Jaya diikutsertakan dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Jika ketahanan pangan nasional aman, kenapa harus impor? Itu yang menjadi tanda tanya bagi semua masyarakat. Jika kita lihat manfaat dari impor barang itu sendiri bagi Negara Indonesia, terdapat lima dampak positif bagi Indonesia dengan mengadakan impor dari luar, diantaranya:
Dengan adanya pasar bebas di Indonesia dapat meningkatkan kualitas dari produk dalam negeri.
Memberikan peluang bagi investor dan dapat membangun Indonesia menjadi Negara produksi.
Dapat meningkatkan devisa Negara yang dihasilkan dari bea masuk dan biaya ekspor impor.