Lihat ke Halaman Asli

Hanna Aprelia Elfrida Saragih

Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta (Poltek UI)

Menembus Kegelapan & Ketakutan Akan Masa Depan

Diperbarui: 18 Juli 2023   01:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Di balik setiap pilihan yang dihadapkan padaku, selalu muncul pertanyaan, "apakah aku bisa? Apa efeknya terhadap masa depanku? Apa yang akan aku lakukan setelah memilih pilihan ini?"

Mereka mengatakan usia 20 adalah usia dewasa. Tidak mungkin lagi bergantung pada orang tua. Dia bukan lagi remaja yang masih punya waktu untuk bercanda dan bermain. Usia itu harus melihat ke masa depan.

Terlalu kontradiktif memang mengakui bahwa usia saya sudah menginjak angka dewasa tapi merasa mental dan sifat saya masih kekanak-kanakan. 

Berada di masa transisi ini membuat saya banyak berpikir dan sharing dengan banyak orang tentang kegelisahan akan masa depan. Mencari pembenaran hidup dengan berpikir apa yang saya lakukan selama ini benar atau salah untuk diri sendiri atau orang lain di sekitar. Mulai merasa berbeda dalam berbagai aspek kehidupan dari sebelumnya membuat sadar bahwa saya sudah memasuki fase dewasa muda.

Di usia fase dewasa ini rentan sekali aku sangat mudah overthinking. Hal yang mungkin dikerjakan dengan sederhana akan diproses secara kompleks di dalam benakku. Bila aku dituntut berjalan lurus ke depan, aku bisa memikirkan skenario yang mungkin terjadi ketika aku akhirnya memutuskan untuk benar-benar melangkah ke depan.

Kalimat yang sering mampir di telinga ku setelah sharing dengan banyak orang adalah semakin dewasa seseorang akan banyak pula masalah yang menghampiri. Menuntut diri untuk bisa menyelesaikan masalah sendiri.

Diusia yang 20 ini kita tidak memiliki banyak waktu lagi, dengan begitu banyak hal yang harus kita ketahui, seperti jati diri, keinginan, tujuan hidup kita ke depannya. Karena sebelum menjadi dewasa di fase muda itu kita telah mendapat tanggung jawab yang diberi oleh orang-orang yang kita sayangi seperti "buat kami bangga ya nak, angkat derajat kita" dan masih banyak lagi alasan dari kita kenapa masih bertahan disulitnya menjadi dewasa ini.

Banyak dari kita pada akhirnya berhenti berkembang karena pikiran kita yang sudahi terpenuhi oleh asumsi-asumsi. Takut bahwa nanti pasti akan gagal, berasumsi bahwa nanti tidak mungkin terjadi apa-apa. 

Pada fase ini idealisme kita semakin berkurang. Kadang merasa ingin keluar atau malah menetap di zona nyaman. Kegelisahan mulai muncul hingga akhirnya kata hati yang berbicara. Mau dibawa kemana dan jadi seperti apa hidup ini? Akhirnya berkata "Ah, sudahlah pikirkan nanti saja." 

Rangkaian rencana yang dulu sudah dibuat akhirnya mulai dipertimbangkan. Mulai harus tegas memilih jalan hidup,tapi justru malah kebingungan yang muncul. Kegelisahan yang paling klimaks pada fase ini adalah ketika kita berbicara tentang masa depan. Banyak dari kita diusia fase muda ini jika ditanyakan rata-rata masih bingung tentang tujuan hidupnya.

Melangkah Setahap Demi Setahap

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline