Lihat ke Halaman Asli

Dimas Putut Marsanto

Abdi Kehidupan

Debat Pilkada 2024, Cermin Rendahnya Mentalitas Manusia Indonesia

Diperbarui: 24 November 2024   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia akan kembali mengadakan hajat besar pada 27 November 2024. Pemilihan pimpinan daerah mulai dari Propinsi, Kotamadya & Kabupaten. Baliho anjuran dari KPU bertebaran dimana-mana yang intinya mengajak masyarakat untuk tidak golput atau jangan sampai tidak menyuarakan pilihannya, lebih rinci lagi jangan sampai tidak nyoblos.

Tak kalah ramai, baliho para kandidat calon kepala daerah dengan jargon masing-masing yang pastinya mengedepankan janji-janji pahit. Dan mungkin, agar kampanye yang dilakukan tidak dianggap kampungan dan memiliki atmosfir yang demokratis maka oleh pemerintah dibuatlah aturan teknis oleh KPU. Salah satunya adalah debat publik atau debat terbuka diantara pasangan calon. Debat ini -sesuai Keputusan KPU Nomor 1363 Tahun 2024- bertujuan untuk memberikan informasi terkait pasangan calon (paslon), sebagai bahan pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihan. Jika panggung pertunjukan adalah tempat para aktor maupun jenakawan bermain peran dalam menampilkan adegan dan slapstick. Panggung debat pilkada tak kalah menghadirkan drama, intrik, persinggungan, kekonyolan dan olok-olokan.

Panggung drama itu dapat kita lihat ketika para paslon di Kabupaten Pandeglang saling melaporkan diri ke Bawaslu dan Kepolisian karena ketersinggungan yang terjadi diantara mereka. Untuk apa ada debat pemilihan jika ujungnya baku tersinggung sehingga ini lugas memperlihatkan kesantunan dan kedewasaan politik para paslon yang rendah.

Salah satu paslon di debat pilkada Kabupaten Jombang kesulitan melafal kata "digitalisasi". Tetanga dekat di Kabupaten Nganjuk, salah satu paslon juga dengan lisan terbata menunjukkan "kepandaiannya" dengan "produk baru" yakni bawang merah dijadikan bawang goreng dan "inovasi" padi yang akan dijadikan beras. Sampai disini, Saya sendiri jujur tak bisa lagi merespon pernyataan tersebut selain berdehem.

Di tempat lain ada paslon-paslon yang sukanya bernyanyi ketika dipanggung debat maupun berpantun ketika merespon wartawan. Bahkan kegaduhan hingga kekisruhan mewarnai panggung debat lainnya termasuk dilakukan oleh pendukung paslon. 

Drama, intrik, persinggungan, kekonyolan dan olok-olokan tersebut menjadi terbuka luas berkat media sosial dan berkat masyarakat yang masih kritis dan memilki optimisme. Olok-olokan dan hujat menghujat mewarnai dunia media sosial kita. Itu semua merupakan cermin mengenai rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Isu lama yang sepertinya kembali terkuliti gara-gara panggung debat pilkada.

Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh kombinasi pengetahuan, kemampuan dan sikap. Saat ini, orang yang minim adab (sikap) dan pengetahuan sudah di cap sebagai SDM rendah. Di satu sisi, negeri ini kaya dengan norma dan nilai budaya yang jika digali ulang, dilakukan reformulaisasi dan dilakukan diseminasi secara terlembaga dan berulang-ulang dengan tujuan mentality transform. Para ahli bahasa menyebutkan bahwa adab merupakan kepandaian dan ketepatan dalam mengurus dan mengerjakan segala sesuatu. Begitupun para ahli agama berpendapat bahwa adab merupakan suatu kata atau ucapan dan tindakan yang mengumpulkan segala perkara kebaikan di dalamnya.

Tak heran Presiden Prabowo pun sampai merekrut Professor Stella Christie yang konon seorang pakar dibidang cognitive science. Cognitive science adalah studi mengenai bagaimana manusia berpikir, tentang otak, bagaimana cara pikiran yang memasukkan manusia, hewan dan juga artificial intelligence dengan target manajemen ego. Ditunjuk sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, semoga ada harapan dari beliau guna meningkatkan taraf pikir, kapasitas dan adab perilaku dari manusia Indonesia supaya satu atau dua dasawarsa kedepan ketika ada debat pilkada, kita tak lagi menonton kegaduhan tapi menyaksikan simponi dialektis dan argumentatif. Selamat Mencoblos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline