Lihat ke Halaman Asli

Larangan Mobil Berpelat Jakarta (B) ke Bogor Perlu Dikaji Ulang

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Wacana memberlakukan pelarangan mobil berpelat B dari Jakarta ke Bogor saat akhir pekan sedang mencuat beberapa hari ini. Pasalnya, entah siapa yang memulai apakah petinggi kota Bogor Pak Walikota Bima Arya ataukah wakilnya, saya merasa tidak berkepentingan untuk mencari tau karena semua sudah tau. Yang saya ketahui, dengan diberlakukannya pelarangan tersebut ada beberapa dampak negatif yang mungkin belum terpikir oleh para pemangku Kota Bogor tersebut.

Tak kurang, Pak Ahok pun sebagai wagub DKI Jakarta yang berpeluang menjadi DKI 1 ikut angkat bicara, bahkan berencana menemui walikota Bogor untuk membicarakan rencana pelarangan tersebut. Namun mengingat guru saya, Pakde Kartono pernah mewacanakan diri mendampingi Pak Ahok jika beliau terpaksa harus turun gunung seperti dalam tulisannya yang berjudul "Haji Lulung calon Wagub pilihan Ahok". Saya kutip kalimatnya berikut: “Kalo memang sudah gak ada (calon) lagi, terpaksa saya turun gunung. Biar saya aja yang jadi wakilnya Ahok. Atau kalo saya dianggap ketinggian ilmunya untuk jabatan wakil gubernur, biar murid-murid saya yang cerdas-cerdas dan hebat-hebat saja yang jadi wakilnya Ahok.” LOL

Ini dia beberapa alasan yang seharusnya dipertimbangkan sebelum mewacanakan pelarangan tersebut, yuk.... cekidot;

1.Kota Bogor terkenal sebagai daerah tujuan wisata terdekat dari Jakarta, tidak mengherankan hampir setiap weekend (akhir pekan setelah kerja dan kerja) banyak orang Jakarta berpelesir ke Kota Hujan ini. Sekalipun sering hujan, bagi penduduk Jakarta itu masalah kecil karena sudah terbiasa dengan urusan yang lebih pelik dan kompleks di Ibu Kota. Namanya jalan-jalan, pasti buang-buang duit, entah untuk urusan perut a.k.a. kuliner, urusan mata - liat yang bening-bening dan enak dipandang seperti berburu tas di Tajur atau sekadar melepas penat bersama keluarga dan orang terdekat, atau untuk sekadar berleha-leha menghabiskan kepenatan setelah bekerja dalam sepekan. Bayangkan, jika pelarangan diberlakukan, berapa penghasilan penduduk setempat (warga Bogor) yang harus merosot karena sepi pembeli. Gak mungkin dong warga Bogor yang tiap hari tinggal di situ, makan dan minum di sana, mesti berbelanja dan berwisata kuliner lagi. Apakah Pak Walikota sudah memperhitungkan hal ini dengan matang?

2.Penduduk Jakarta yang suka jalan-jalan ke Bogor, pasti melewati jalan tol. Gak mungkin sudah dibuat jalan tol, sengaja cari jalan non tol atau istilah kerennya jalan tikus, bukannya refreshing malah gak sampe tujuan (wkwkwkwk). Dengan diberlakukan pelarangan mobil dari Jakarta, otomatis pemasukan dari karcis tol Jakarta-Bogor PP berkurang. Jangan-jangan nanti Pak Walikota kena semprit Jasa Marga. Jalan tol dibuat pasti dengan harapan ada sebanyak-banyaknya mobil melintas agar menutupi break even point (titik impas) pembuatan jalan tol tersebut dan mencukupi biaya operasional setiap hari. Kalo ada pelarangan, yah otomatis setiap akhir pekan pendapatan buat Jasa Marga dari karcis tol meredup.

3.Penduduk Jakarta hanya berwisata katakanlah seminggu sekali, berarti sumbangan kemacetan hanya dua atau maksimal tiga hari dalam seminggu, sebaliknya berapa hari sumbangan kemacetan dari warga Bogor yang bekerja di Jakarta setiap harinya. Penduduk Jakarta yang tiap hari mengalami kemacetan lalu lintas saja sudah berbesar hati menerima, mosok warga Bogor yang macet sesekali dalam sepekan tidak bisa memakluminya? Belum lagi sumbangan hujan yang menambah berkah banjir di Ibu Kota. Weleh... weleh Pak, apakah sudah dipikir bolak-balik, jangan sampai murid Pakde Kartono yang maju menanggapi isu tersebut, sebelum gurunya turun gunung, apalagi Pak Ahok sampai direpotkan menanggapi wacana pelarangan mobil berpelat B ke Bogor?

Jika alasan yang saya kemukakan ini benar adanya, maka Pak Ahok pasti berterima kasih ke saya. Saya orang pertama yang mengatakan ini (semoga!), dan menjadikan wacana pelarangan mobil berpelat B tidak boleh masuk ke Bogor perlu dikaji (tinjau) ulang. Atas jasa saya ini, saya gak minta apa-apa ke Pak Ahok, cuma nitip pesan sederhana saja “segera bebaskan Jakarta dari MACET dan BANJIR”.

Mudah-mudahan Pak Ahok dan Pak  Bima Arya tentunya, bisa mewujudkan pesan sederhana saya ini.

Selamat sore Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline