Lihat ke Halaman Asli

Benarkah Dokumen Penting Kopassus Bocor di Australia?

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

[caption id="attachment_129541" align="aligncenter" width="640" caption="Illustrasi"][/caption]

Terkait maraknya pemberitaan bocornya dokumen rahasia “Anatomy of Papuan Sparatist” yang disebut-sebut oleh “The Times Canberra” adalah milik Kopassus menurut saya terasa sangat janggal dan seperti sengaja  dibuat  oleh  pihak  lain untuk menekan langkah-langkah TNI yang sedang berada di papua.

Kejanggalan disini maksud saya adalah :

Pertama, Dokumen tersebut kenapa di buat dalam bahasa inggris ? sedangkan di lingkungan militer sendiri (intern) setiap melakukan pemaparan situasi menggunakan bahasa indonesia itupun tidak seformal orang lain pada umumnya, karena bahasa yang dimasukkan dalam sebuah bahan paparan cenderung menggunakan bahasa Indonesia singkatan yang sudah dipahami/disepakati oleh setiap prajurit TNI.(Dijamin orang awam tidak akan mengerti apalagi membacanya)

Kedua, Kalau memang itu benar-benar dokumen milik Kopassus, kenapa harus menggunakan bahasa inggris? Lantas kepada siapakah dokumen tersebut dipaparkan dan untuk apa kok harus berbahasa inggris kalau itu memang untuk keperluan intern kopassus sendiri?

Ketiga, Adanya kejanggalan terkait peristiwa-peristiwa yang melanda papua akhir-akhir ini yang waktunya saling berdekatan seperti sudah ada “sutradara” yang mensettingnya seperti, Kerusuhan di Ilaga Kabupaten Puncak, Papua yang menewaskan 19 orang, Penembakan OPM terhadap Satgas TNI yang sedang melakukan Bhakti Sosial di Puncak Jaya sampai terjadinya penembakan terhadap heli M17 milik Kodam XVII/Cendrawasih hingga gugurnya Pratu Fana dan terakhir Diumumkannya oleh media nasional Australia “The Time Canberra” terkait kebocoran data rahasia yang konon disebutnya adalah milik Kopassus.

Dari alasan sederhana yang diuraikan diatas secara garis besar sudah menunjukkan bahwa adanya keterlibatan Australia beserta pasukan “Gak jelasnya” mendukung sparatis papua. Kemudian dokumen yang di sebarkan oleh media nasional Australia tersebut bisa di katakan fiktif dan sengaja dibuat oleh mereka agar dapat menunjukkan adanya operasi rahasia yang dilakukan oleh TNI di bumi Cendrawasih.

Untuk menyikapi maraknya manuver nir-militer asing di bumi indonesia, diharapkan kita selalu disiplin “Waspada” terkait setiap pemberitaan yang dilakukan oleh media asing terhadap Indonesia khususnya Papua yang sifatnya provokatif.

Perlu kita ketahui, dari 3 juta jumlah penduduk papua hanya 1.129 orang yang menjadi OPM dan melakukan kerusuhan serta penembakan terhadap penduduk-penduduk lokal maupun aparat setempat yang intinya ingin menunjukkan bahwa papua sudah tidak kondusif lagi. Selain itu agar dunia internasional melihat perjuangan OPM melawan TNI dengan harapan mereka mau masuk dan membawa permasalahan ini ke lembaga internasional mereka hingga ditetapkannya referendum terhadap papua.

Terkait Allan Naim yang jadi sumber referensi simpatisan papua merdeka termasuk pola pikirnya adalah seorang wartawan kontroversial berkewarganegaraan AS yang selalu berusaha memojokkan militer Indonesia dengan tulisan-tulisannya yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Tahun 2009 yang lalu Allan Naim pernah berada di Aceh untuk melakukan investigasi disana, kemudian dia ingin bertemu Pangdam Bukit Barisan terkait keterlibatan Kopassus di tanah rencong akan tetapi tidak diizinkan. Tahun 2010, Allan Naim menerbitkan sebuah tulisan yang membahas tentang aksi Kopassus dalam blognya yang mengatakan Kopassus telah melakukan aksi pembunuhan terhadap sejumlah aktivis Aceh selama Pemilu 2009.

Aneh, memang iya. Dari mana dia mendapatkan data mengenai aksi pasukan khusus TNI AD di Aceh? sedangkan waktu itu tidak ada satupun pasukan khusus di daerah aceh karena sudah di tarik sejak adanya MoU Helsinki perdamaian GAM - RI pada tahun 2004 yang lalu, apalagi ditulisan blognya Kopassus telah melakukan kegiatan Assasint terhadap aktivis Aceh.

Terkait nama-nama korban yang di cantumkan oleh Allan Naim tidak ada satupun yang benar karena memang tidak ada dan disangkal oleh LSM setempat yang memantau demokrasi di aceh dengan mengatakan tidak ada nama-nama orang yang terbunuh seperti yang disampaikan oleh Allan Naim. Selain itu investigasi yang dilakukan oleh Allan Naim cenderung bias dan tidak objektif serta dianggap lemah pembuktian.

Aceh sendiri pasca perdamaian Helsinski dengan pemerintah RI, hubungan antara sipil dan militer kembali membaik bahkan sering terjadi interaksi positive antara keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline