Selayang Pandang
Seabad sudah PERSIS menghiasi tatanan dunia keislaman dan perpolitikan di Indonesia. Akan tetapi, PERSIS saat ini sudah hampir tidak terdengar lagi "gema" gerakan PERSIS dalam pergerakan intelektual politik nasional maupun internasional.
Sebagaimana dalam sejarahnya PERSIS lahir dari kelompok belajar yang berorientasi pada wacana dan gerakan intelektual yang porsi bahasannya lebih mengangkat tentang konten-konten keagamaan.
Tak hanya berdiskusi, hasil dari kajian tersebut di publikasikan di media-media milik PERSIS. Maka, interpretasi dari (Li Yuballigh as Syaahid li Ghaib) atau (share to share dalam bingkai Qulli Haq walau Kaana Murran) menjadi semacam spirit yang kuat dalam penyebaran ajaran PERSIS, dan mengguncang tatanan dan adat yang ada di Indonesia. Termasuk kajian dalam aspek aqidah, fiqh, dan ibadah mainstream masyarakat saat itu.
Setelah itu, maka kemudian peran PERSIS dalam pemikiran keagamaan menjadi lebih terlihat, selain karena terlibatnya tokoh-tokoh intelektual dan ulama, diantaranya Muhammadiyah yang ikut terlibat dalam wacana dan gerakan intelektual PERSIS. Seperti, Munawar Chalil sebagai tokoh negarawan muda, M. Natsir sebagai anggota Jong Islamitien Bond, Sabirin tokoh Sarekat Islam, Hamka ataupun Hasbi Ash Shiddiqy (Tiar, Pepen. 2019:60-61).
Lahirnya Organisasi PERSIS
Mari kita travelling ke seratus tahun yang lalu, tepatnya pada abad ke-20 saat itu PERSIS lahir pada kondisi ketika rasa nasionalisme bangsa Indonesia yang baru tumbuh. Kata Islam menjadi kata pemersatu bagi bangsa Indonesia dalam berhadapan dengan bangsa penjajah.
Masa penjajahan Belanda, umat Islam dipertemukan pada situasi terjepit. Agama Islam seringkali dijadikan serangan, hinaan, serta tuduhan orang-orang yang tidak menyukainnya.
Hal tersebut dilakukan secara masif baik melalui lisan atau tulisan, melalui ceramah-ceramah, mimbar gereja, pelajaran sekolah, serta majalah dalam berbagai bahasa. Dengan maksud untuk menanamkan benih-benih kebencian dalam hati kaum dan bangsa pribumi Indonesia terutama terhadap Islam dan pemeluknya.
Pada masa itulah disebuah gang (jalan kecil) pelataran Kota Bandung banyak berkumpul para saudagar dan pedagang yang sering disebut sebagai "urang pasar".
Sama halnya dengan tempat lain, Gang Pakgade ini tidak memiliki keistimewaan apapun. Akan tetapi, Gang Pakgade inilah yang nantinya akan menjadi saksi bisu sebuah sejarah berdirinya suatu organisasi pembaharu Islam yang memiliki semboyan kuat yaitu "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" serta membersihkan Islam dari Khurafat dan Bid'ah yang mengotori. Organisasi yang lahir di jalan kecil bernama Gang Pakgade inilah yang kemudian dikenal dengan nama PERSIS (Persatuan Islam) oleh masyarakat luas.
Terlepas dari kondisi penjajahan yang masih kental, di Gang Pakgade pada permulaan abad ke-20 ketika orang-orang Islam di daerah lain telah lebih maju dalam usaha untuk mengadakan pembaruan dalam agama Islam.