Lihat ke Halaman Asli

Musashi; Dewa Pedang Yang Memilih Jalan Sunyi

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

"Nama saya Musashi, saya adalah seorang pengembara yang sedang mencari jalan ksatria.."

Begitulah perkataan yang sering diucapkan oleh Musashi. Seorang samurai "Ronin" legendaris di zamannya yang menapaki jalan pedang. (ronin = samurai tak bertuan; biasanya samurai mengabdikan dirinya pada seorang tuan)

Dalam sejarahnya Musashi dilahirkan di sebuah desa yang bernama Miyamoto di tahun 1584, dan terlahir sebagai Munasai Takezo.

Ilmu pedang Musashi diperoleh secara otodidak dan bakat alami yang sangat istimewa yang diasah melalui kekuatan observasi, intuisi dan disiplin yang kuat,.apalagi setelah Musashi menjadi 'tawanan' seorang pendeta zen yang bernama Soho Takuan,.ilmu pedang Musashi digembleng menjadi semakin matang.

Mengikuti 'jalan pedang' bukan sekedar mencari sasaran untuk mencoba kekuatannya. Ia terus mengasah kemampuan, belajar dari alam dan mendisiplinkan diri untuk menjadi manusia sejati. Ia menjadi pahlawan yang tidak mau menonjolkan diri bagi orang-orang yang hidupnya telah ia sentuh atau telah menyentuh dirinya.

Setelah peretempuran besarnya melawan seorang samurai tangguh yang bernama Sasaki Kojiro di pulau Ganryu, Musashi memutuskan untuk berhenti mengikuti 'jalan pedang' dengan menggantung pedang "katana"nya dan beralih ke 'jalan seni' pada umur 29 tahun, dan pada usia yang lebih lanjut Musashi memutuskan menjadi seorang pemikir dengan mengikuti 'jalan strategi' sampai akhir hayatnya,.
Ketepatan mengambil setiap keputusan dalam setiap menentukan langkah hidupnya, membuat Musashi menjadi petarung kehidupan yang tak terkalahkan. Musashi mengatur dan bukannya diatur oleh waktu kehidupan.

Kisah mengenai Musashi sebenarnya dimulai dengan suasana usai pertempuran Sekigahara. Itu pertempuran antara pasukan Tokugawa Ieyasu seorang Daimyo (tuan tanah) dengan Toyotomi Hideyori (anak Hideyoshi). Ya, sekitar tahun 1600-an itu memang masa penuh pertempuran antar Shogun (mereka adalah para penguasa sesungguhnya jepang saat itu, Kaisar hanya menjadi simbol saja)..
Dan Musashi lebih memilih menjadi manusia merdeka daripada terlibat konflik perebutan kekuasaan antar Shogun yang penuh intrik politik dan pertumpahan darah dengan menolak tawaran Shogun-shogun ternama untuk menjadi guru bagi pasukan mereka..

Nah..klo kita hubung-hubungkan tulisan di atas dengan kondisi persepakbolaan sekarang di Indonesia..ada kemiripan kondisi dan situasinya..dimana persepakbolaan kita sebenarnya juga terjadi perebutan kekuasaan dalam hal pengurusannya..antara Shogun dari klan Bakrie dengan Shogun dari klan Panigoro, dan didukung oleh para Daimyo-daimyo (tuan tanah) seperti: Daimyo Lanyala cs , Daimyo Johar cs dan Daimyo Farid Rahman cs..masing-masing Shogun maupun para Daimyo memiliki pasukan para Samurai-samurai tangguh yang tak kenal lelah bertempur dalam setiap medan pertempuran, dan pertempuran yang paling sengit dan paling fenomenal adalah pertempuran para Samurai di Lembah Kompasiana,.banyak petarung yang telah gugur..tp banyak pula yang menjadi pahlawan dari masing-masing pihak yang berseteru.

Penulis sendiri mencoba untuk mengikuti langkah Musashi,.dengan tidak terlibat terlalu jauh memihak kepada salah satu 'Shogun'..dan lebih memilih 'jalan pedang' dalam pencarian jati diri dalam rangka menjadi petarung kehidupan yang tangguh dan tak terkalahkan..

Dan sebagai penutup, penulis coba mencantumkan salah satu prinsip Musashi yang tertuang dalam bukunya yang berjudul "Kitab Lima Cincin (Go Rin no Sho)"

"JANGAN MELIBATKAN DIRI DALAM HAL-HAL YANG TIDAK REALISTIS"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline