Lihat ke Halaman Asli

Mainan Itu Sangat Serius

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1375286833195027479

“Gedrik” atau “Ingklik”. Begitulah kami biasa menyebutnya. Permainan yang harus dimainkan dengan sebelah kaki. Permainan ini berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Kami biasa memainkannya dengan 2 orang atau lebih.

“Gacuk”, begitu kami menyebut senjata yang harus di edarkan dari A ke D. Setiap orang memiliki gilirannya masing-masing. Selama tidak melanggar peraturan orang tersebut akan terus bermain.

Peraturannya : tidak menginjak garis, tetap bermain dengan satu kaki, dan ketika melempar “gacuk” ke masing-masing kotak, tidak keluar dari kotak atau menyentuh garis di kotak tersebut. Jadi harus tepat didalam kotak.

Setelah sukses mengedarkan “gacuk” dari A ke D, maka orang tersebut mendapat jackpot atau kami biasa menyebutnya sawah. Orang tersebut melemparkan “gacuk” nya dan jatuh ke sebuah kotak, maka kotak tersebut menjadi “sawah” miliknya. Orang lain tidak boleh menginjak “sawah” tersebut dalam giliran selanjutnya.

Ada beberapa metode melemparkan “gacuk”. Pertama, pemain harus menghadap berlawanan arah dengan gambar “gedrik” dan melemparkan “gacuk” melewati atas kepalanya, atau melempar secara wajar. Jika “gacuk” keluar dari kotak, tergantung kesepakatan sebelumnya apakah ingin diulang hingga pemain tersebut mendapat “sawah” atau gagal.

Pemain yang mendapatkan “sawah” paling banyak akan menjadi pemenang.

Hidup adalah sebuah permainan dan Tuhan yang menjadi wasit. Dalam setiap permainan harus dilakukan dengan serius. Setiap bermain, kami selalu serius, mengerahkan yang terbaik untuk mendapatkan “sawah” paling banyak. Dan yang paling penting adalah kami menjunjung tinggi peraturan. Meski ini hanya permainan, kami bermain dengan sportif. Kalaupun ada yang mencoba curang biasanya dia akan kami kucilkan dan tentu saja anak tersebut pulang ke rumahnya. Merasa tidak punya teman. Kami belajar arti sportifitas.

Siapapun yang menjadi pemenangnya nanti, kami semua menerimanya dengan lapang dada. Tidak ada dari kami yang akan kecewa , tersinggung, tidak terima. Semuanya sudah sesuai dengan peraturan, kalau ada yang menang memang dia berhak mendapatkannya. Kami belajar arti menerima kekalahan sekaligus bahagia dengan kemenangan orang lain.

Kami melangkah hanya pada “sawah” milik kami masing-masing. Kami tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki ke “sawah” milik orang lain. Kami belajar menghargai milik orang lain. Tidak mengambil yang bukan hak kami.

Sesungguhnya kami tidak peduli siapa yang akan menang nanti. Kami hanya peduli pada melakukan yang terbaik.

Kami belajar arti kerja keras.

Saya selalu menikmati momen bermain bersama teman-teman saya. Momen dimana saya merasakan kebahagiaan, sebal karena ulah teman saya, minta maaf, dan kemudian tertawa bersama. Betapa mudahnya memaafkan seseorang. Keesokan hari, dan seterusnya saya terus bermain, melakukan yang terbaik untuk memenangkan permainan.

Sesungguhnya setiap permainan tradisional, secara implisit membentuk karakter anak-anak. Secara tidak langsung mereka bermain sambil belajar. Bukankah bermain sambil belajar merupakan hal yang menyenangkan?

Mainan itu serius, tapi tidak main-main.

Jaya Indonesia,

Supported By : Indonesian Travel www.indonesia.travel

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline