Setiap anak yang dilahirkan memiliki karakteristik yang berbeda-beda atau unik. Keunikan ini yang ada pada anak membuat orang tua perlu memberikan perlakuan yang disesuaikan dengan kondisi anak, salah satu keunikan anak adalah anak gifted (berbakat) atau memiliki kemampuan di atas rata-rata. Anak berbakat memiliki 3 karakteristik yaitu kognitif, afektif, dan sosial. Karakteristik kognitif mencakup daya ingat yang baik, memiliki minat dan rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki ide-ide yang orisinil, memiliki tujuan khusus serta terarah, dan memiliki kemampuan melihat hubungan sebab akibat yang berbeda dengan menggunakan metafor dan analog. Perkembangan afektif belum tentu berkembang dengan baik meski memilliki level kognitif yang tinggi, sehingga pendidikan memberikan peluang mereka untuk mendapatkan pengetahuan emosional agar perkembangan afektifnya baik. Anak berbakat perlu mendapatkan peluang dari masyarakat sehingga tidak mengorbankan diri sendiri dan mengabaikan peran sosialnya.
Meski anak berbakat kemampuannya di atas rata-rata, tetapi mereka juga mengalami kesulitan dalam hal sosial dan emosional. Beberapa permasalahan yang mungkin timbul terkait dengan perkembangan sosial dan emosionalnya antara lain: (1) Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya (2) Terlalu fokus pada kesuksesan (3) Perbedaan kemampuan akademik dan perkembangan sosial emosional. (4) Kesulitan menghadapi kegagalan (5) Kesenjangan antara kematangan intelektual dan emosional. Bakat sosial merupakan kemampuan individu yang memiliki rasa kepemimpinan dan mampu memberikan arahan kepada orang lain ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Kecerdasan emosional diartikan sebagai kesadaran diri, pengendalian impuls, ketekunan dalam menghadapi kesulitan, empati, dan kompetensi sosial. Perkembangan sosial emosional sangat penting dalam membentuk kesejahteraan dan keterampilan sosial anak.
Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak berbakat, faktor lingkungan menjadi salah satu faktor eksternal yang berpengaruh. Dukungan dari faktor eskternal dapat memberikan stimulus yang berarti bagi anak. Dukungan yang dapat diberikan meliputi menciptakan lingkungan kelas yang ramah bagi anak berbakat, menyediakan akses ke teman sebaya sejati, dan memastikan bahwa pengalaman pendidikan sesuai dengan kemampuan dan minat mereka. Dukungan ini nantinya tidak hanya membantu secara kognitif, melainkan sosial emosionalnya karena seperti yang diketahui anak berbakat juga memiliki masalah terhadap sosial emosionalnya.
Mendukung perkembangan sosial dan emosional anak berbakat sangat penting untuk membantu mereka mencapai potensi penuh mereka. Namun, banyak orang tua tidak menyadari cara membantu anak mereka. Menurut Juriševič & Žerak (2019) dukungan yang diberikan untuk membantu sosial emosional dapat dilakukan dengan cara (a) menjelaskan konsep bakat dan karakteristik siswa berbakat kepada siswa atau teman sekelas, orang tua, guru, dan pemangku kepentingan lain yang terlibat dalam konteks sekolah; (b) melakukan prosedur identifikasi; (c) mendukung siswa berbakat, termasuk dengan konseling dan orientasi karier; (d) berkonsultasi dan mendidik orang tua dan profesional dalam pendidikan dan seterusnya; (e) penelitian dalam domain pendidikan berbakat, termasuk evaluasi program untuk siswa berbakat; (f) menantang kesalahpahaman dan sikap negatif terhadap siswa berbakat dan pendidikan mereka.
Anak berbakat harusnya diberikan kapasitas secara aktif untuk mencari lingkungan yang sesuai dengan kemampuannya atau bahkan mencari lingkungan yang bisa membuat mereka tertantang. Anak-anak, remaja, dan dewasa muda yang sangat berbakat harus diberi bimbingan yang diperlukan untuk menghadapi perkembangan asinkron dan multipotensi mereka. Dengan demikian, perhatian harus diberikan untuk merangsang tidak hanya perkembangan kognitif mereka tetapi juga perkembangan mereka dalam domain perkembangan sosial, emosional, dan spiritual. Hasil penelitian Juriševič dan Žerak (2019) telah menunjukkan bahwa kurikulum untuk siswa berbakat harus dirancang dengan "prinsip menantang" alih-alih "prinsip menambah", lebih berfokus pada adaptasi kurikulum yang inklusif dan mempertimbangkan kebutuhan sosial dan emosional mereka.
Selain tantangan kognitif, mereka membutuhkan kesempatan untuk terhubung dengan individu yang berpikiran sama, sehingga mereka dapat terlibat dalam tema spiritual dan pertanyaan eksistensial. Terkait keterhubungan dengan individu, Wolfgang dan Snyderman (2022) menjelaskan bahwa kurangnya interaksi harian karena COVID-19 dengan teman sebaya dapat berkontribusi pada perasaan terisolasi. Berbagai faktor berkontribusi terhadap efek ini, termasuk kurangnya interaksi harian dengan rekan intelektual mereka, merasa terputus dari sekolah dan guru mereka baik secara fisik maupun psikologis, hilangnya identitas kolektif dan pengalaman bersama dengan rekan-rekan dengan minat dan pandangan yang sama, Orang tua dan guru mengamati peningkatan signifikan pada tingkat kecemasan beberapa siswa. Banyak orang tua mencatat bahwa bagi siswa, salah satu area yang paling mereka nikmati di sekolah adalah berinteraksi dengan siswa lain di klub dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Kegiatan ekstrakurikuler dapat dijadikan kesempatan bagi mereka untuk menantang diri mereka sendiri dalam bidang minat dan hasrat. Hasil penelitian Casino-García et al. (2021), pemberian ekstrakurikuler berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan subjektif, kepuasan hidup, dan keseimbangan afektif. Selain itu, pengalaman negatif dan suasana hati negatif (takut, marah, dan sedih) berkurang secara signifikan. Intervensi berupa ekstrakurikuler memberikan banyak perhatian pada emosi, berbagi perasaan, menilai perasaan, membicarakan perasaan saat membahas bacaan atau mempersiapkan kegiatan, dan melihat kesalahan sebagai peluang. Selain pemberian ekstrakurikuler, program akselerasi juga dapat diberikan. Program akselerasi paling baik dikonseptualisasikan sebagai rangkaian praktik terbaik untuk perkembangan intelektualnya. Meski ada studi yang menunjukkan bahwa program ini dapat mengganggu sosial emosional, nyatanya hasil penelitian Bernstein et al. (2021) memberikan bukti yang menunjukkan bahwa akselerasi yang diterapkan kepada anak berbakat tidak mengganggu baik perkembangan sosial maupun emosional. Anak yang berbakat secara intelektual pada umumnya menikmati lingkungan belajar yang serba cepat. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan sosial agar perkembangan sosial emosional anak dapat tercapai.
Referensi :
Bernstein, B. O., Lubinski, D., & Benbow, C. P. (2021). Academic acceleration in gifted youth and fruitless concerns regarding psychological well-being: A 35-year longitudinal study. Journal of Educational Psychology, 113(4), 830–845. https://doi.org/10.1037/edu0000500
Casino-García, A. M., Llopis-Bueno, M. J., Gómez-Vivo, M. G., Juan-Grau, A., Shuali-Trachtenberg, T., & Llinares-Insa, L. I. (2021). “Developing Capabilities”. Inclusive Extracurricular Enrichment Programs to Improve the Well-Being of Gifted Adolescents. Frontiers in Psychology, 12, 731591. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.731591
Dani, H. R., Muslihin, H. Y., & Rahman, T. (2023). Literature Review : Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini. Innovative: Journal Of Social Science Research, 3(3), 438–452. http://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/2122