Lihat ke Halaman Asli

Indonesian People are Not Afraid of God?!

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"What happened in Indo? So many disasters happened! Don't you people afraid of God?" pertanyaan itu pernah diajukan ke saya, satu-satunya orang Indonesia di perusahaan. Walaupun hati ini dongkol setengah mati disudutkan begitu, tapi daripada marah tak berujung saya cuma nyengir dan menjawab, "No, because I'm here with you guys!"

Saya salah satu dari sekian banyak orang Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan di UAE, United Arab Emirates.  Iya, banyak! Sayang, kita-kita ini di bawah ‘radar'. Pada umumnya mereka mengira kalau orang-orang Indonesia (terutama wanita) cuma bekerja sebagai housemaid doang. Nggak banyak yang tahu kalau orang Indonesia pintar-pintar! Banyak yang salah tangkap tentang  Indonesia, seperti diatas. Gempa bumi mah masalah letak geografis, nggak ada hubungannya sama seberapa dekat atau jauh relasi kita dengan Tuhan. Gara-gara ini juga saya jadi kepingin menunjukkan wajah Indonesia ke rekan-rekan kompasiana. Dari kacamata yang berbeda.

Tinggal di UAE yang merupakan negara majemuk (80% penduduknya adalah expatriat, segala macam orang dari berbagai negara tumplek blek disini!) menjadikan saya melihat Indonesia dari sisi yang lain. Dulu saya juga kecewa berat sama Indonesia. Pemerintah yang korup, yang ini lah, yang itulah. Namanya juga orang kecewa, hal-hal kecil jadi terlihat seperti masalah besar. Apalagi waktu menginjakkan kaki disini dan bolak-balik dikira pembantu hanya gara-gara image wanita+indonesia+jilbab = housemaid sudah mengakar. Kekecewaan terhadap Indonesia bertambah, dibumbui dengan ngomel-ngomel, "Gimana sih... pemerintah Indonesia?! Mbok ya anak bangsa di-marketing-kan gitu loh! Masa orang Indonesia diremehkan melulu, emangnya kita-kita ini bisanya jadi pembantu doang?!!" Omelan-omelan kasar tak berdasar, hanya karena tersinggung.  Tapi setelah pandangan saya turun ke bawah, ke baju saya, kemudian di zoom in di cermin di lemari... saya jadi sadar. Yo jelas dikira pembantu (mohon maaf, tidak bermaksud untuk merendahkan profesi ini), wong pakai baju asal-asalan, kadang keluar dengan wajah kumus-kumus.. males pakai bedak atau lipstik. Padahal nih, rekan-rekan dari negara lain (terutama mereka-mereka dari Philippines)... wuuih! Dandan selalu rapi dan trendi, berusaha habis untuk selalu segar dan wangi. Mau pulang naik bus kantor aja selalu mampir kamar mandi dulu untuk merapikan diri dan sroot.. sroot... semprot minyak wangi. Walaupun bekerja di lapangan, rekan-rekan Filipino selalu tampak rapi, sedangkan dari negara lain mau dekat aja mikir-mikir, karena bau badan yang menguar dari tubuh mereka... eeerr... susah untuk digambarkan dengan kata-kata (bukan dari Indonesia kok! Tenang aja... tapi mungkin dalam hal ini nggak perlu menyebutkan nama negaranya ya?).  Saya jadi ngerti, bagaimanapun kata Khalil Gibran "Beauty is not in the face, beauty is light in the heart" bukan berarti kita bisa tampil asal-asalan kan? Ternyata, penampilan itu SANGAT penting!  Lah wong yang salah saya sendiri, ngapain nyalahin pemerintah segala?

Kemudian, pandangan saya sedikit di zoom out. Kebanyakan expatriat disini berasal dari India atau Philippines. Lah.. kemana yang dari Indonesia? Orang-orang Indonesia terkubur, dibawah bayang-bayang mereka. Padahal kalau masalah skill, orang Indonesia jago-jago loh! Jadi kenapa dong? Masalahnya cuma ini: kemampuan Bahasa Inggris yang kurang dan kemauan yang kurang kuat. Saya sering nih, baca di milis kampus/website pencari kerja...  Ada yang bilang, "Saya seorang System Administrator, menguasai Oracle, C++, bla bla bla, bla bla bla.... Cuma saya nggak bisa Bahasa Inggris," atau justru malah bertanya hal-hal yang lain seperti, "Disana makanannya gimana? Lingkungannya? Orang Arab galak-galak ya?" huaduhh! Kalau belum berangkat sudah bingung memikirkan hal-hal seperti ini, gimana mau menghadapi orang Arab yang memang benar-benar galak? Hahaha...

Wis! Nggak usah khawatir mengenai bahasa Inggris, kalau nggak terjun nggak bakalan bisa. Wong orang-orang disini juga seringnya lebih pakai bahasa tarzan didukung dengan body language. Nggak perlu memikirkan grammar, spelling, active, passive, past, present, future tense... halaaaahh... Terjun langsung ajalah! Lama-lama juga bisa kok ngomel-ngomelin orang  pakai bahasa Inggris! Hehehe..  Lagian, orang-orang yang punya accent khas kayak kita-kita ini dianggap eksotis... bener nggak?

Zoom out sedikit lagi. India, yang sama dengan kita dalam arti pemerintah yang korup, rakyat banyak yang miskin... etc.. etc, ternyata bisa juga maju. India bisa mempunyai silicon valley nya sendiri (=Bangalore) bahkan orang-orang India terkenal maju dibidang IT. Ternyata satelit mereka bisa juga sampai bulan, bahkan menemukan hal baru. India bisa membeli ownership dari mobil Jaguar. Bayangkan, Jaguar!!  Diantara kemajuan pesat mereka, wanita-wanita mereka masih bangga memakai saree atau churidar kemana-mana. Nggak perlu dikukuhkan sama UNESCO, seluruh dunia juga tahu kalau saree atau churidar dari India. Kalau kita ngomong ‘Curry', selalu identik dengan masakan India. Padahal, orang-orang Pakistan, Bangladesh, dan Srilanka juga pakai churidar. Orang-orang Indonesia, Malaysia dan Thailand juga punya curry. So, menurut saya nih.. saree, churidar, dan curry nggak akan melekat di nama India kalau orang-orangnya sendiri nggak pakai kemana-mana, iya kan?

Zoom out lagi. Kok dari tadi ngomongin negara lain. Tentang Indonesia gimana? Kalau Indonesia itu website atau blog, kira-kira tag/categories-nya ini nih:

1.       Gempa bumi

2.       TKW/housemaids

3.       Arabic speaking (notes: karena para TKW dilatih bahasa Arab sebelum kesini)

4.       No English (notes: karena orang-orang Indonesia yang fasih berbahasa Inggris selalu dikira ‘Filipino' atau ‘Malaysian' )

5.       Ramah

6.       Baik

7.       Islamnya kuat (notes: terutama dari mereka-mereka yang ketemu waktu Haji)

8.       Wanitanya yang bekerja, prianya tinggal di rumah (notes: gara-gara TKW juga nih!)

9.       Nasi goreng

10.   Satay/sate

11.   Bali

Kalau ada yang lain mohon ditambahkan, yang diatas itu yang sering diungkapkan ke saya secara umum. Yang lebih khusus seperti pertanyaan "Bali seberapa jauh dari Indonesia?" atau pertanyaan yang lebih ‘ngeselin' seperti, "You are Indonesian? Really?! I never seen any Indonesian work in a Company. Where are the others?" nggak perlu saya ungkapkan lebih lanjut deh...

Maximum zoom out. Peran pemerintah Indonesia untuk mengangkat nama Indonesia, hmmm.. kayaknya tidak semaksimal negara lain. Tapi sudahlah, kok kayaknya kasihan juga bapak-bapak & ibu-ibu yang duduk di pemerintahan, diprotes melulu. Kenapa kita-kita rakyat Indonesia membebankan semua ke mereka? Ini beban kita juga. Tanggung jawab kita juga. Kalau kita selalu menyoroti pemerintah yang korup, uang yang dihabiskan untuk dana pelantikan, dll.. dsb.. nggak akan ada habisnya. Philippines juga korup, India apalagi. Negara mereka juga mengalami banyak bencana alam seperti kita. Tapi mereka bisa bangkit.  Justru rakyat merekalah yang mengangkat negaranya sendiri.

Zoom in lagi. Daripada nunggu pemerintah, mendingan kita sendiri yang bergerak. Sudah dimulai dengan memakai batik, bagus banget! Gimana kalau ditambah lagi dengan belajar bahasa Inggris sungguh-sungguh, ditambah menanamkan kuat-kuat rasa bangga terhadap Indonesia, dan mulai ‘ngecap' tentang Indonesia biar Indonesia lebih dikenal di negara lain? Oh ya, Bapak-bapak & Ibu-ibu yang bekerja di Universitas/Sekolah-sekolah, bisa kan kerjasama dengan KBRI di luar negeri untuk pertukaran pelajar atau penyediaan tenaga kerja profesional? Hmmm.. apalagi ya? Oh ya, mumpung batik lagi nge-tren (lagi) di Indonesia, produsen batik di Indonesia kerjasama dong dengan KBRI juga biar batik bisa dijual di LN dan kita-kita orang Indonesia yang ‘nyangkut' di negara orang bisa pakai batik yang keren-keren juga. Siapa tahu juga kita bisa jual ke teman-teman dari negara lain disini, iya toh? (notes: kalau saya pulang kampung, banyak loh temen-temen Philippines yang nitip batik!). Soalnya nih, kalau kita nunggu pulang ke Indonesia untuk beli batik, kelamaan! Jatah pulang cuma setahun sekali, itupun kalau dapet. Kalau kita nunggu ada orang Indonesia buka toko batik disini... kayaknya kok kemahalan. Atau mungkin kalau produsen batik di Indonesia di koordinir oleh Departemen Luar Negeri untuk mengirimkan batik-batik ke KBRI di Luar Negeri, biaya kirimnya nggak jadi terlalu mahal. Iya toh, Pak? Atau dana untuk pelantikan disalurkan sebagian untuk KBRI buka toko batik di negara masing-masing. Kalau jadi bisnis kan nanti dapet untung juga, Pak! Widuuh... indahnya!

Eh... kok  jadi memberatkan pemerintah lagi! Ya wis, saya beli aja sendiri deh. Saya mau pakai batik terus, nggak mau kalah ah.. sama orang India yang pakai saree!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline