Pemilu tinggal 45 hari lagi per tanggal 30 Desember 2023. Sepanjang jalan diseantero kota telah dipenuhi spanduk, pamlet, baliho, poster para caleg yang sedang berlomba-lomba memperkenalkan diri. Mereka berusaha merebut hati para calon pemilih.
Dan demi target itu, para konstituen rela mengeluarkan uang berjuta-juta agar popularitas mereka naik , dan semakin dikenal. Termasuk "caleg instan" yang ingin mencapai impiannya hanya dalam beberapa hari menjelang pemilihan .
Mengapa disebut "instan", karena sebagian konstituen adalah orang-orang baru yang selama ini bahkan tak dikenal dedikasi dan kiprahnya. dalam lingkungan mereka
Beruntung yang punya profesi lain seperti komedian, atau artis atau tokoh masyarakat, meskipun ditingkat daerah minimal punya masyarakat yang mengenalnya, punya penggemar dari para fans penyuka tampilan mereka.
Saat kemarin sedang berjalan-jalan sore menyusuri kampung, saya mendapati beberapa baliho dan spanduk caleg rusak atau "dirusak", oleh orang tak dikenal. Beberap baliho lainnya hanya ditutup dengan kertas bekas kantung semen sehingga sama sekali tak berfungsi sebagai Alat Peraga Kampanye (APK).
Sewaktu saya singgah di warung kopi langganan, saya tanyakan mengapa banyak baliho ditutupi dan rusak. Dengan ringan sebagian teman yang sedanag ngopi bilang, "Jika para caleg itu sebenarnya tak layak mencalonkan diri."
Pernyataan itu mengundang kecurigaan saya, sehingga dengan bercanda saya bilang, "Jadi kalian tutup balihonya?"
Konstan mereka menolak, bahwa bukan cuma mereka saja yang tak sudi dengan beberapa caleg yang wajahnya terpampang di sekitar jalan desa, jadi mereka juga tidak tahu siapa yang merusaknya.
Masyarakat di kampung punya cara untuk menunjukkan penolakan atas kehadiran para caleg yang dianggap hanya menumpang tenar saat kampanye. Sebagian mereka tak memahami bahwa meusak APK juga menyalahi aturan hukum, tapi namanya di desa, perilaku itu bisa saja dilakukan tanpa tuntutan atau protes yang memadai.
Apalagi dari pihak caleg yang merasakan bahwa kehadiran mereka memang dipaksakan.
Apa yang menarik dari fenomena itu pada akhirnya menjadi bahan diskusi debat kusir di warung kopi sore itu.