Ketika media sosial-medsos juga dijadikan ajang kampanye gratisan yang dianggap efektif, maka aturan main berkampanye di "ruang digital" itupun juga makin ribet.
Saya kaget bahwa pemilu ternyata bisa berdampak bagaimana seharusnya seorang ASN berpose. Jadi kalau selfi sekalipun ASN harus hati-hati, jangan sampai nanti disangka memihak.
Kisah ini mengingatkan saya dengan seorang teman yang bekerja di sebuah bank bonafid yang mengaku dilarang jajan sembarangan, bukan soal kesehatan atau nggak higienis, apalagi ditempat yang tidak elit. Apa pasalnya?, karena ternyata semua itu ada kaitannya dengan kredibilitas alias gengsi bank-nya biar tak jatuh.
Langsung terbayang jika ada teller-nya kepergok sama nasabah elite bank, sedang membeli siomay kuah di angkringan pedagang kaki lima, lalu dengan si nasabah merasa sudah salah milih bank karena tellernya saja jajannya tak elite, maka dikuatirkan ia akan menarik seluruh tabungannya.
Saya tanya apa sampai segitunya?. Lantas saya menggodanya, kalau memang sedang kepingin jajan angkringan, atau istri sedang ngidam, terpaksa harus sembunyi-sembunyi pesan siomay-nya atau kalo perlu pesan lewat aplikasi online, meskipun si pedagang tidak terdaftar dalam vendor jajanan online.
Mengendalikan Pemilu
Agaknya para pemain pemilu juga makin sulit dikendalikan, karena makin banyak gayanya. Coba perhatikan saat pemilihan nomor urut. Nomor urut satu--ada yang pake jempol, ada yang pakai jari telunjuk, yang nomor dua ada yang jarinya membentuk V "victory", yang satunya sarangheyo-bentuk jari ala Korea, dan yang nomor tiga ada yang tiga jari telunjuk, tengah dan jari manis, ada yang metal.
Dengan bermacam variasi, pada akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai harus menetapkan aturan khusus, penggunaan pose jari dan pose foto agar tak terindikasi sedang main-main dengan pilihannya.
Teman saya bilang, bagaimana kalau tak sengaja, karena orang difoto sering reflek meletakkan dua jari di dagu, atau membuat tanda "top" jempol atau membuat tanda V "victory" tanpa harus dikomando.
Atau bahkan memakai simbol "sarangheo" yang simbol jarinya digunakan Gibran saat pemilihan nomor urut paslon?. Bagaimana menjelaskan kesalahan yang disengaja atau tak disengaja. Apalagi para pendukung militansi-nya?.
Meskipun menurut candaan orang, aturan memang dibuat untuk dilanggar--makanya selalu dilengkapi dengan pasal atau klausul tentang hukuman.