Lihat ke Halaman Asli

Hanif Akmal

Mahasiswa

Kisah Mbah Joko Jadi Tukang Parkir di Muktamar

Diperbarui: 6 Desember 2022   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arsip Dokumen Penulis

Karanganyar - Ramainya acara Muktamar Muhammadiyah ke 48 menjadi tempat berkumpulnya para pedagang untuk mencari rezeki. Cuaca kala itu berawan namun sebelumnya terik matahari sangatlah menusuk di kulit. Di pinggir jalan depan Pabrik Gula Colomadu, tampak sosok pria yang sudah tua sedang berdiri. 

Beliau mengenakan rompi hijau sebagai tanda pembeda karena ia menjadi tukang parkir. Sosok tersebut bernama Bapak Gendro Marjoko yang kerap dipanggil Pak Joko. Untuk menutupi teriknya matahari, beliau mengenakan topi. Meskipun sudah berumur, namun beliau masih memiliki tanggung jawab untuk memberi kebutuhan yang cukup ke anak bseserta cucunya. 

Sosok Pak Joko menjadi tulang punggung dikeluarganya. Meskipun beliau sudah memasuki usia lanjut yaitu 63 tahun, namun harus memenuhi kebutuhan anak beserta cucunya. Dalam kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan, terlihat berat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Meskipun dua anaknya sudah berkeluarga dan sudah bekerja tetapi hal tersebut belum dapat membantu mengangkat drajat perekonomian keluarga Pak Joko. 

Terlebih lagi ketika anak ketiganya baru masuk sekolah menengah atas dan hal itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Beliau harus meminjam uang agar anaknya dapat bersekolah. Dilatar belakangi oleh keadaan ekonomi keluarga yang susah, beliau tidak menyerah untuk mendapatkan rupiah demi anak-anak dan cucu.

Pak Joko sudah lama bekerja sebagai buruh pabrik disalah satu pabrik tekstil Surakarta. Ketika pabrik tersebut sedang mengalami kerugian, beliau dan teman temannya tidak ada waktu libur sama sekali. Gajinya pun kurang memenuhi kebutuhan untuk bertahan hidup. Namun saat ini pabrik yang menjadi tempat beliau bekerja sudah membaik dan sudah mendapat hari libur. 

Kali ini hanya bekerja selama 5 hari dalam sepekan. Untuk mengisi kekosongan 2 hari sisanya, beliau membantu orang-orang menyebrang di pertigaan jalan pada malam hari sekitar Pabrik Gula Tjolomadoe. Penghasilan yang didapat dari pekerjaan itu ternyata tidak menentu tiap harinya. Karena ketika bekerja di pertigaan jalan tersebut, beliau berharap selalu diberi uang meskipun sedikit oleh tiap kendaraan yang dibantunya untuk menyeberang. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak terjadi.

Semua orang yang dibantu menyeberang sadar akan jasa yang diberikan  oleh Pak Joko, namun tidak sedikit yang memberikan imbalan yang diharapkan oleh beliau yaitu uang. Menyikapi kondisi tersebut beliau hanya berharap kepada tuhan agar diberikan uang dua kali lipat oleh pengendara selanjutnya yang hendak menyeberang. 

"Saya tidak pernah memilih untuk menjadi tukang parkir", ujar Pak Joko. Namun karena keadaan ekonomi keluarga yang susah, pada akhirnya beliau terpaksa menjadi tukang parkir. Dan juga melihat peluang keuntungan yang besar menjadi tukang parkir ketika ada suatu acara. Pak Joko menjelaskan bahwa sudah bekerja menjadi tukang parkir selama 4 tahun lamanya. 

Semenjak pabrik gula dijadikan museum pada tahun 2018,saat itu juga beliau mulai merintis menjadi tukang parkir dan menjadikan pekerjaan sampingan. Ketika ada acara besar di Pabrik Gula Tjolomadue, beliau berhasil meraih keuntungan yang begitu tinggi yaitu Rp150.000 sampai Rp175.000 per harinya. 

Bekerja menjadi tukang parkir diusia 63 tahun tidaklah mudah. Karena keadaan fisik yang sudah mulai menurun fungsinya seperti mata yang harus mengenakan kacamata ketika hendak memberikan tiket parkir kepada pengunjung. Dan juga ketika kondisi fisik tidak kuat lama terpaksa beliau berhenti untuk istirahat di rumahnya sebelum malam hari. Namun biasanya beliau kuat dari pagi hingga malam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline