Guru Sejahtera Generasi Terjaga
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi)
"Berapa Jumlah guru yang tersiasa? Pertanyaan ini menjadi respon utama Pemerintah Jepang saat dua kota besar di Jepang yaitu kota Hirosima dan Nagasaki hancur karena bom atom yang diluncurkan Amerika Serikat (AS). Pertanyaan ini awalnya disambut dengan wajah bingung oleh para Jenderal.
Namun Kaisar Hiroaahito selaku pemimpin tertinggi Jepang saat itu menegaskan bahwa Jenderal dan tentara Jepang tidak boleh kuat dalam senjata dan strategi perang, tetapi mereka juga harus memiliki pengetahuan tentang bom yang dijatuhi Amerika. Oleh sebab itu Kaisar menghimbau untuk mengumpulkan jumlah guru yang tersisa sebab kepada para guru lah rakyat Jepang bertumpu.
Kisah di atas telah membuktikan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sebutan tersebut memang layak karena tugas seorang guru tentu tidak mudah dan merupakan salah satu tugas yang mulia. Hal ini disebabkan karena peran guru selain men-transfer ilmu pengetahuan kepada muridnya, guru juga berperan untuk membentuk akhlak generasi sehingga para generasi bisa tumbuh menjadi generasi yang berkualitas, baik secara kepribadiannya maupun pemikirannya. Posisi guru juga sangat dihormati di masyarakat karena mereka adalah seseorang yang digugu dan ditiru.
Namun bagaimana jadinya jika tugas mulia guru hanya dipandang remeh dan mengalami nasib yang tidak beruntung semisal upah yang rendah bahkan tidak kunjung dibayar? keadaan inilah yang memperlihatkan kondisi guru di suatu wilayah tanah air, seperti yang terjadi di Kutai Timur. Puluhan guru yang tergabung dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mendatangi DPRD Kutai Timur (Kutim). Para guru tersebut menyampaikan aspirasi mengenai realisasi tunjangan dan masalah gaji mereka yang belum dibayar.
Kedatangan puluhan guru tersebut diterima oleh Wakil Ketua II Kutim, Arfan yang didampingi anggota di ruang hearing DPRD Kutim, Bukit Pelangi pada hari Rabu (8/2/2023). Dalam kesempatan itu, Muslimin selaku ketua Forum Komunikasi PPPK Guru Kutim memaparkan dua poin penting, antara lain keadilan kesetaraan tunjangan kinerja antara PPPK dengan Aparatur Sipil Negara untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Kita meminta keadilan, kesetaraan TPP (Tunjangan Perbaikan Penghasilan) itu tidak harus sama dengan PNS, tetapi minimal sama dengan aturan Perbub yang minimal 70 persen. 70 persen itu minimal Rp 5 juta tapi kita terima hanya Rp 2 juta," Ungkap Muslimin merasa tak adil.
Fenomena protes oleh para guru mengenai upah ini tidak hanya terjadi sekali melainkan berulang kali di berbagai kota yang berbeda. Bahkan di Papua yang kaya akan sumber daya emas, para guru tersebut juga bernasib tidak beruntung. Mereka yang berstatus guru honorer mengeluhkan nasib mengenai upah mereka yang belum dibayar oleh Dinas Pendidikan Provinsi Papua.
Sungguh kasihan nasib guru di negeri yang kaya akan sumber daya alam. Upaya mereka untuk mencerdaskan anak bangsa terhalang oleh gaji yang minim. Lantas mengapa peristiwa aksi protes ini terus bermunculan? bagaimana solusi konkrit untuk menyejahterakan guru? bisakah guru di zaman sekarang mendapat gaji yang layak?