Aira menghela napas panjang, membiarkan tubuhnya terhempas di atas kasur yang empuk. "Hmh, enak ya kalau jadi cantik," gumamnya pelan sambil menggulir layar ponsel tanpa henti.
Kamar itu terasa sunyi, hanya suara gesekan jari di layar dan detik jam dinding yang terdengar pelan, seolah ikut menghitung waktu yang berlalu.
Mata Aira terpaku pada foto-foto wajah sempurna di media sosial, disertai kehidupan yang tampak begitu ideal.
Entah sudah berapa lama ia menatap layar, rasanya seperti masuk ke dalam pusaran waktu yang tak berujung. "Eh, udah jam segini!?" serunya tiba-tiba.
Layar ponselnya menunjukkan pukul 3 sore. Ia mematung sejenak, menyadari bahwa hampir empat jam berlalu tanpa ia sadari. Dengan napas pelan, ia meletakkan ponselnya di kasur, lalu melirik jam dinding yang terus berdetak.
Bibirnya mengerucut kecil. "Ngapain ya enaknya?" gumamnya sambil menatap langit-langit kamar, berharap waktu memberinya jawaban.
Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya ia menyeret langkah malas menuju colokan listrik di dekat meja belajar. "Yah, sebelum mati total," ujarnya, menyambungkan kabel charger ke ponsel. Ia memiringkan kepala, menatap layar yang mulai mengisi daya, namun pikirannya tetap kosong.
Tiba-tiba, suara ibunya memecah keheningan. "Dek, ikutan challenge diet yuk!"
Aira menoleh cepat. Ibunya sudah berdiri di depan pintu kamar dengan senyum lebar. Tanpa mengetuk pintu, ibunya melangkah masuk dengan semangat yang tidak bisa diabaikan.
Mata Aira beralih ke cermin di sudut kamar. Bayangan dirinya memantul jelas, mengingatkan pada berat badan yang sering jadi topik obrolan di keluarga. Perasaan cemas menyelinap di hatinya.
"Challenge diet?" tanyanya ragu, mencoba mencari alasan untuk menolak. Namun, rasa penasaran mulai tumbuh di benaknya.
Ibunya mengangguk antusias. "Iya, ini ibu mau daftar. Nanti progress-nya bisa dilihat, dan yang ikut nggak cuma kita aja. Mudah kok!" jelasnya sambil mendekat.
Aira diam sejenak, membiarkan kata-kata ibunya bergulir di pikirannya. Ada sesuatu dalam nada bicara ibunya yang membuatnya merasa tertantang. "Hmm, kapan mulai, Bu?" tanyanya akhirnya.
"Challenge-nya 14 hari, dimulai besok," jawab ibunya sambil tersenyum lebar.
Aira mengangguk pelan. "Oke deh, coba aja." Nada suaranya mulai berubah, sedikit lebih bersemangat dibandingkan sebelumnya.
Mungkin, pikirnya, ini bisa jadi awal yang baru untuk keluar dari rutinitas membosankan yang selama ini ia jalani.
Hari-hari challenge itu tak selalu mudah. Ada saat-saat Aira ingin menyerah, seperti ketika ia harus melewatkan camilan favoritnya atau merasa lelah saat mencoba olahraga ringan.
Namun, ibunya selalu ada untuk memberikan semangat. Di hari ketujuh, Aira mulai merasakan perubahan kecil, baik pada tubuhnya maupun pikirannya. Ada rasa bangga setiap kali ia berhasil menyelesaikan satu hari penuh sesuai rencana.