Di zaman sekarang, semakin banyak pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak. Fenomena childfree ini, yang awalnya terlihat sebagai pilihan pribadi, kini menjadi semakin diterima dan dibicarakan secara terbuka. Banyak pasangan yang menganggap bahwa hidup tanpa anak memberikan kebebasan lebih banyak waktu untuk diri sendiri, lebih banyak ruang untuk karier, dan tentu saja, lebih sedikit beban.
Namun, pertanyaan besar yang sering kali terlontar adalah, apakah benar, tanpa anak bisa menghilangkan masalah dalam rumah tangga?
Seiring dengan tren childfree yang berkembang, tak sedikit pasangan yang merasa bahwa hidup tanpa anak akan memberi mereka kedamaian dan kebebasan tanpa beban pengasuhan. Mereka berpikir bahwa kehidupan pernikahan mereka bisa lebih sederhana dan lebih bahagia tanpa adanya tanggung jawab besar seperti merawat anak. Tetapi, apakah hal itu benar-benar mengarah pada rumah tangga yang lebih bahagia, tanpa masalah yang muncul?
Pada awalnya, mungkin terasa masuk akal. Anak memang sering kali dianggap sebagai sumber beban dalam pernikahan. Biaya hidup yang terus meningkat, waktu yang terbagi antara pekerjaan dan mengasuh anak, serta berbagai tantangan dalam pengasuhan, membuat banyak orang berpikir bahwa hidup tanpa anak akan mengurangi stres dalam hubungan.
Dengan lebih banyak waktu untuk diri sendiri, lebih banyak waktu berkualitas untuk pasangan, dan lebih sedikit tanggung jawab, hidup tanpa anak tampaknya akan membuat segalanya lebih mudah.
Namun, kenyataannya tidak selalu sesederhana itu. Meskipun hidup tanpa anak mengurangi beberapa beban praktis dalam rumah tangga, bukan berarti masalah dalam pernikahan otomatis menghilang. Tanpa anak, pasangan tetap menghadapi tantangan besar dalam menjaga hubungan mereka tetap sehat.
Seringkali, tanpa distraksi dari anak, masalah dalam komunikasi antara pasangan bisa menjadi lebih jelas dan terasa lebih besar. Pasangan mungkin mulai menyadari bahwa perbedaan dalam cara pandang, tujuan hidup, atau bahkan kebiasaan sehari-hari, yang sebelumnya bisa tertutupi oleh kesibukan mengasuh anak, kini menjadi lebih menonjol.
Ada pula yang merasa bahwa anak menjadi pengikat emosional dalam rumah tangga. Meskipun terdengar klise, merawat anak bersama bisa mempererat ikatan pasangan. Proses membesarkan anak seringkali menjadi pengalaman yang menguatkan hubungan, memberikan mereka tujuan yang lebih besar, dan menjadikan mereka lebih saling mendukung.
Tanpa anak, meskipun ada lebih banyak waktu bersama, pasangan mungkin merasa kehilangan sesuatu yang bisa menyatukan mereka dalam perjalanan hidup mereka. Kehidupan tanpa anak bisa membuat pasangan merasa terisolasi satu sama lain, meskipun mereka tidak merasakan beban fisik atau keuangan dari mengasuh anak.
Tidak jarang, masalah dalam rumah tangga muncul bukan hanya karena adanya anak, tetapi juga karena ketidakmampuan pasangan untuk berkomunikasi dengan baik atau mengelola perbedaan mereka. Tanpa anak, pasangan memiliki lebih banyak waktu untuk saling berhadapan dengan masalah yang mungkin sebelumnya tersembunyi. Ini bisa berfungsi sebagai pedang bermata dua. Tanpa anak untuk mengalihkan perhatian mereka, pasangan mungkin harus menghadapi masalah dalam hubungan yang sebelumnya terabaikan.
Di sisi lain, hidup tanpa anak juga bisa menimbulkan tekanan sosial tersendiri. Di banyak budaya, termasuk Indonesia, keluarga sering kali dianggap belum lengkap tanpa anak. Pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak bisa menghadapi pertanyaan atau pandangan negatif dari keluarga dan teman-teman mereka.