Fenomena tagar #desperate yang marak di media sosial akhir-akhir ini mencerminkan keputusasaan yang dirasakan oleh banyak anak muda dalam menghadapi dunia kerja. Istilah ini tidak hanya sekadar tren, tetapi juga menjadi suara keprihatinan generasi muda terhadap minimnya peluang kerja dan ketatnya persaingan.
Di Indonesia, tingkat pengangguran khususnya di kalangan lulusan baru semakin tinggi, sementara lapangan kerja yang layak terasa semakin sulit didapatkan.
Jadi, di balik semua ini, ada peran yang besar bagi pemerintah dan keluarga untuk membantu mengatasi situasi tersebut.
Mengapa #Desperate Muncul?
Tagar #desperate lahir dari ketidakpastian yang dihadapi generasi muda dalam mencari pekerjaan. Salah satu faktor utama yakni ketidaksesuaian antara keahlian yang dimiliki dengan kebutuhan industri.
Banyak lulusan yang mengeluhkan bahwa meskipun telah menempuh pendidikan tinggi, kesempatan kerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.
Selain itu, ada faktor-faktor eksternal seperti pertumbuhan ekonomi yang melambat, otomatisasi yang mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia, dan pandemi yang memperburuk krisis tenaga kerja.
Dalam situasi seperti ini, anak muda yang belum mendapatkan pekerjaan seringkali mengalami tekanan mental dan emosional.
Umumnya, anak-anak muda merasa putus asa karena tidak adanya arah yang jelas dan ketidakpastian masa depan. Pencarian kerja yang berlangsung lama tanpa hasil dapat mempengaruhi harga diri, motivasi, dan kesehatan mental seseorang.
Maka dari itu, yang menjadi pertanyaan besar terhadap fenomena ini yakni: Apa Peran Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Ini?