Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Sastra Melalui Habiburrahman El Syirazi

Diperbarui: 21 Juni 2022   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebuah karya yang menginspirasi dengan berlatarkan suasana pada kehidupan manusia, berisikan konflik, penyelesaian, dan amanat. Serta, bertujuan untuk memberikan pelajaran atau pesan moral dan mendapatkan keindahan dari karya tersebut, bisa kita sebut dengan Sastra.

Menurut sejarah sastra di Indonesia. Indonesia mengalami beberapa periode, yakni:

  • Angkatan Balai Pustaka, sekitar tahun 1920 nama Angkatan ini diambil dari nama penerbitan buku “Balai Pustaka” dan karya yang popular saat itu adalah Novel Siti Nurbaya karya Marah Roesli.
  • Pujangga baru, ada sejak tahun 1933. Nama Pujangga Baru ini dicetuskan dari tempat publikasi yaitu Majalah Pujangga Baru. Karya pada masa itu ialah Novel Belenggu karya Armijn Pane, syair Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah, puisi Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng, dll.
  • Periode tahun 45, merupakan Angkatan pertama yang menerapkan Bahasa Indonesia pada karya sastra. Karya Angkatan 45 adalah kumpulan puisi karya Chairil Anwar, Pengkajian Prosa Fiksi karya Andri Wicaksono, dll.  
  • Periode tahun 60, pada periode 60 ini majalah sastra Horison terbit yang dipimpin oleh Mochtar Lubis. Karya sastra pada tahun 60-an ini lebih beralitan surealistik arus kesadaran arketip dan absurd. Karyanya ialah Novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, Para Priyayi karya Umar Kayam, dll.
  • Periode reformasi, pada masa reformasi ini merupakan masa maraknya sastra yang berlatarkan politik. Karena, lingkungan masa itu sedang terjadinya pergolakan politik. Karyanya ialah dari Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi karya, Sang Pemimpi, Edersor, dan Padang Bulan & Cinta di Dalam Gelas.
  • Periode tahun 2000, sastra pada periode ini terjadi kemarakkan pada dunia digital (cyber sastra). Dikarenakan terpengaruh dengan globalisasi yang di tandai oleh hadirnya teknologi canggih beraruskan internet. Sastrawan yang popular pada periode 2000-an ialah Afrisal Malna, Seno Gumira Ajidarma, Ayu Utami, dll.

Berbagai macam jenis karya sastra yang ada hingga saat ini, ialah:

  • Novel, karya sastra yang mengangkat sebuah kisah kehidupan seseorang dengan alur yang panjang dan kompleks.
  • Cerpen, sebuah cerita pendek yang mengangkat cerita sederhana.
  • Drama, karya yang membutuhkan lakon, peran, dan penokohan untuk menyampaikan isi cerita.
  • Puisi, sebuah bait kata-kata indah yang memakai majas untuk memperindah kalimat.
  • Biografi, sebuah kisah hidup seseorang yang menginspirasi.
  • Prosa, adalah karya sastra yang mirip dengan novel.
  • Pantun, karya sastra berupa pantun yang berisi sajak dan isi.
  • Roman, sebuah karya sastra yang isinya terkait percintaan.

Dari beberapa macam jenis karya sastra diatas, mari kita mengenal tokoh sastrawan yang karyanya fenomenal di Indonesia pada era 2000an. Siapakah beliau? Beliau adalah Habiburrahman El Syirazi. Mari kita bahas biodata singkat dari Habiburrahman El Syirazi.

Habiburrahman El Syirazy merupakan seorang yang berkarya banyak di bidang kepenulisan atau lebih tepatnya adalah seorang novelis, Beliau berkelahiran Semarang, 30 September 1976. 

Beliau merupakan sastrawan sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Karya-Karya dari beliau ialah novel yang berjudul Di Atas Sejadah Cinta: Kisah-kisah teladan Islami peneguh jiwa (2004), Pudarnya Pesona Cleopatra(2004), Ayat-Ayat Cinta (2004), Di Atas Sajadah Cinta (2006), Ketika Cinta Bertasbih (2007), Ketika Cinta Berbuah Surga (2008), Gadis Kota Jerash (2009), Dalam Mihrab Cinta (2011), Catatan Motivasi Seorang Santri (2013), Api Tauhid: cahaya keagungan cinta sang mujaddid (2015), Ayat-Ayat Cinta 2 (2015), Ask Ayetleri: Askin En Saf Hali (2017), Kembara Rindu (2019), dan lain sebagainya.

Dari banyaknya karya hasil ciptaan Habiburrahman, ada beberapa yang sangat sukses hingga menggemparkan dunia literasi. Karyanya yang sukses dijadikan film yang berjudul Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan Ayat-Ayat Cinta 2.

Jika kita melihat dari karyanya latar belakang yang dipakai adalah keagamaan, serta berisikan dakwah dan sebagai alarm pengingat tentang hak dan kewajiban kita sebagai umat islam. 

Karya ini banyak mengandung amanat bahwa aturan Tuhan yang bisa kita gunakan dalam hidup. Jadi, pada hakikatnya fungsi sebenarnya sebuah Sastra ialah perannya dalam membangun peradaban. Tanpa adanya sastra mungkin sejarah tidak akan diketahui oleh keturunan manusia yang akan mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline