The Nameless Boy (Diego Mahameru)
Seorang anak menjilati ice cream-nya. Ia berdiri di antara ratusan demonstran yang menyeru takbir. Keras sekali takbir itu bergema dan bersaut-sautan. Ujaran-ujaran provokatif amat jelas terdengar untuk membuat suasana menjadi hidup.
Cuplikan film tersebut sulit untuk tidak mengaitkannya dengan momentum 212. Diego Mahameru sang sutradara mengamini jika film The Nameless Boy memang terinspirasi dari peristiwa 212.
Meski latar yang Ia hadirkan benar-benar terjadi, ia menampik jika filmnya dikategorikan sebagai film dokumenter. "Ini bukan film dokumenter karena tokoh-tokoh yang ada di dalamnya kita arahkan. Selain itu di dalamnya banyak manipulasi dan editing," terangnya.
Menariknya, ia mengambil sudut pandang peristiwa tersebut dari anak-anak. Hal itu berasal dari kegelisahannya melihat banyaknya anak-anak yang ikut dalam aksi 212. "Selama proses pembuatan film tersebut, pemeran anak tidak berada di dalam masa."ujarnya menambahi.
Pranata Mangsa (Nindi Raras)
Nindi Raras menerjemahkan pergantian musim dalam sebuah film pendek berjudul Pranata Mangsa. Pranata Mangsa diambil dari bahasa jawa yang berarti ketentuan musim. Pranata Mangsa biasanya dikaitkan dengan aturan main kapan bercocok tanam, kapan datangnya kemarau, dsb. Ia terinspirasi membuat film tersebut dari memori masa kecilnya.
Dalam filmnya, Nindi menggambarkan tentang hujan pertama yang amat ditunggu. Pada musim kering, warga antri dengan rapi dan menggemaskan untuk membeli air. Mengapa saya berkata demikian? Karena dialognya natural sekali, teks dan leluconnya banyak yang berbahasa Jawa.
Nindi juga menampilkan kebiasaan doa meminta hujan beserta detail-detail lain yang nampak seperti kumpulan fragmen-fragmen terpisah.
Baginya, siklus manusia ini seperti hukum kebiasaan yang mudah sekali ditebak.
Joko (Suryo Wiyogo)