Berdasarkan hasil PISA pada tahun 2022, negara Indonesia menduduki peringkat 70 dari 80 atau 10 terbawah dalam kategori literasi dengan skor literasi membaca sebesar 359. Hal tersebut merupakan suatu kemunduran mengingat Indonesia mengalami penurunan 12 poin dari 2018 yang semula 371.
Hal tersebut membuat masyarakat perlu untuk lebih membuka mata terkait penurunan tingkat membaca di Indonesia yang tentunya menjadi perhatian khusus terutama di kalangan peserta didik, terlebih jika menilik skor membaca dari tahun 2015 yang terus mengalami penurunan. Kualitas literasi sebuah negara sangat menentukan kualitas sumber daya manusia negara tersebut. Anak-anak yang memiliki keterampilan literasi yang baik cenderung memiliki prestasi akademis yang lebih tinggi.
Menurut UNESCO, literasi memiliki dampak positif terhadap perkembangan sosial dan ekonomi. Masyarakat yang literat lebih mampu berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan mengambil keputusan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Pengoptimalan kegiatan atau program literasi di sekolah merupakan salah satu upaya yang terus dikembangkan guna meningkatkan minat literasi dan membaca bagi peserta didik, namun hal itu masih belum berjalan secara maksimal karena kurangnya sarana prasarana yang dimiliki.
Oleh karena nya dalam rangka ikut berperan aktif dalam meningkatkan kualitas membaca siswa. Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni dalam rangka memperingati Bulan Bahasa dan Seni 2024 melaksanakan kegiatan FBS Mengabdi. Kegiatan yang melibatkan banyak kelompok mahasiswa dari berbagai program pendidikan bersama-sama turun ke masyarakat sekitar untuk melakukan pengabdian.
Seperti halnya yang terjadi di MI Al-Iman Banaran saat kami melaksanakan observasi. Beliau, bapak Roiz Fauzi M. Pd. selaku kepala sekolah di MI Al-Iman Banaran dalam wawancara yang kelompok kami lakukan menyebutkan bahwa salah satu permasalahan yang dialami pihak sekolah adalah minimnya lietrasi yang ada di sekolah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti halnya kurangnya buku bacaan, terbatasnya ruangan sehingga ruangan diprioritaskan untuk kegiatan belajar mengajar terlebih dahulu, fasilitas perpustakaan yang masih kurang, serta rendahnya minat baca peserta didik akibat kemajuan teknologi dan globalisasi.
Tentu pihak sekolah tidak hanya berpangku tangan menyikapi permasalahan literasi yang terjadi, banyak upaya yang dilakukan seperti halnya pembuatan pojok baca, adanya pembiasaan membaca sebelum memulai kegiatan pembelajaran, serta panduan untuk membaca buku pada masing-masing peserta didik guna menyikapi terbatasnya bahan bacaan. Pada semester lalu, Pak Faiz juga menyebutkan bahwa terdapat perpustakaan keliling yang datang setiap satu bulan sekali, namun hal itu terhenti sebab banyaknya kegiatan sekolah yang menyebabkan program perpustakaan keliling tersebut tersendat. Sebagai upaya bersama, saya sekelompok membuat produk berupa Poster Literasi untuk meningkatkan semangat para siswa dalam berliterasi. Sebagai penutup, beliau juga mengharapkan bahwa adanya bantuan buku bacaan dan sosialisasi mengenai literasi untuk meningkatkan tingkat literasi yang masih kurang pada MI Al-Iman Banaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H