Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Ageism terhadap Keberlangsungan Hidup Lansia

Diperbarui: 21 Juni 2024   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AIA Financial

Dalam menjalani kehidupan, manusia akan melewati berbagai tahapan, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Lansia atau orang lanjut usia merupakan tahapan terakhir dalam siklus kehidupan manusia. Hampir semua individu akan mencapai tahap ini, menapaki masa hidup terakhir manusia. 

Data Sensus Nasional tahun 2022 menunjukkan bahwa 10.48% penduduk Indonesia adalah lansia. Para ahli sosial yang mempelajari penuaan mengklasifikasikan usia lansia menjadi tiga bagian: lansia muda (65-74 tahun), lansia pertengahan (75-84 tahun), dan lansia tertua (85 tahun ke atas) (Papalia, 2009).

Memasuki masa lansia, individu akan mengalami penurunan fungsi psikologis, fisik, dan sosial secara perlahan seiring berjalannya waktu. Penurunan fungsi tersebut membuat lansia sering kali kehilangan eksistensi diri karena dianggap lemah, tidak mandiri dan dinilai tidak berdaya (Fitri, 2021).

 Hal ini membuat masyarakat meminimalisir keterlibatan lansia dalam lingkup kerja di lingkungan sosial, sehingga memunculkan stereotip dan diskriminasi terhadap orang-orang yang telah lanjut usia. Stereotip dan diskriminasi  ini dikenal juga dengan Ageism (Butler, 1969).

Menurut Iversen (2009), Ageism merupakan suatu bentuk prasangka, diskriminasi, dan stereotip baik dalam bentuk positif maupun negatif yang diberikan kepada orang yang lebih tua berdasarkan usianya, umumnya ditujukkan untuk orang lanjut usia yang dikaitkan dengan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Perilaku dan sikap ageism yang negatif sering kali mengarah pada perlakuan negatif terhadap lansia. 

Meskipun ageisme dapat terjadi pada semua kelompok usia, lansia terbukti berisiko lebih tinggi untuk mengalaminya dan menderita dampak negatifnya (Ayalon, 2015). Iversen (2009) mengklasifikasikan ageism menjadi tiga komponen: stereotip, prasangka, dan diskriminasi.

Yang pertama adalah stereotip. Stereotip adalah stereotip adalah anggapan yang tidak teruji kebenarannya atau pelengkap berlebihan yang dikaitkan dengan sebuah kategori yang umumnya bersifat negatif. Stereotipe ini tersebar luas dan mengakar dalam konteks verbal, tertulis, dan visual di masyarakat. 

Stereotip tentang suatu kelompok tertentu memiliki pengaruh kuat terhadap cara mereka berpikir, berinteraksi dengan orang lain di kelompok tersebut, dan juga bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Stereotip dalam ageism meliputi asumsi dan generalisasi tentang bagaimana orang tua atau orang di atas usia tertentu seharusnya berperilaku, dan apa yang mungkin mereka alami, tanpa mempertimbangkan perbedaan individu atau keadaan unik mereka. 

Contoh stereotip yang umum diterima oleh lansia seperti lansia yang digambarkan sebagai orang yang sakit-sakitan, kesepian, bergantung pada orang lain, dan memiliki fungsi fisik dan mental yang buruk. Meskipun stereotip umumnya bersifat negatif, ada pula stereotip yang bersifat positif, seperti anggapan bahwa lansia dapat memberikan nasihat karena sudah memiliki pengalaman hidup yang panjang. 

Hal yang perlu diingat adalah bahwa pengalaman yang dilalui oleh setiap orang pada lansia itu berbeda-beda, sehingga semua stereotip yang muncul tentang lansia tidak dapat digeneralisasikan terhadap semua orang lansia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline