Heboh soal surat salah satu Staf Khusus Millenial Presiden, Andi Taufan Garuda Putra, kepada para camat tengah ramai dibahas. Banyak pihak mengkritisi kemunculan surat ini sarat akan konflik kepentingan antara posisinya sebagai pemilik PT Amartha Mikro Fintek dengan jabatannya di pemerinatahan sebagai Staff Khusus Presiden.
Bahkan Feri Amsari, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas menilai adanya indikasi potensi menjadi tindak pidana korupsi. Terlebih surat tersebut dikeluarkan dengan Kop Surat Sekretaris Kabinet. Namun akhirnya disusul dengan pencabutan surat dan permintaan maaf dari yang bersangkutan.
Dalam wawancara Kompas Petang 15 April 2020 dengan Menteri Desa PDTT, Abdul Halim, sebagai pihak yang instansinya tercatut dalam surat tersebut, Pak Menteri menilai hal ini hanyalah menyangkut aspek kurang berpengalamannya Andi Taufan dalam hal kebirokrasian sehingga tidak mengetahui prosedur yang harus dilalui. Terlebih substansi dalam surat tersebut menunjukkan niat yang baik untuk membantu melawan penyebaran Covid-19.
Tapi agaknya sedikit menggelitik jika hal ini dimaafkan, dilupakan, dan disudahi begitu saja.
Sebagai orang yang menjabat kedudukan penting dalam pemerintahan setidaknya persoalan birokrasi menjadi hal yang paling mendasar untuk diketahui, sebab satu kesalahan dalam persoalan ini mengarah pada terindikasinya suatu maksud dan berbagai pelanggaran tindakan. Pentingnya pengetahuan mengenai birokrasi terfokus dalam hal ini supaya setiap tindakan memiliki dasar kewenangan yang memang berdasar dan sah.
Mari Kita Melihat Dasar Kewenangan yang Dimiliki
Jika melihat dasar kewenangan yang dimiliki oleh Staf Khusus Millenial ini, mengacu padap Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2011 tentang Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden, lingkup tugas yang dimiliki para Staf Khusus Millenial tidak termasuk dalam lingkup tugas yang dijabarkan dalam Pasal 2 mengingat tugas-tugas yang diberikan oleh Presiden dalam wawancara terbuka adalah memberikan masukan, inovasi atas permasalahan dalam negeri dari kacamata generasi millenial, sehingga istilah yang tepat disematkan adalah Utusan Khusus Presiden yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bukan kepada Sekretaris Kabinet.
Hal yang sama serta lebih jelas, pengaturan ini terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Uusan Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden, dengan pola pertanggungjawaban pada Pasal 2 ayat (2) dan pola koordinasi kepada Sekretaris Kabinet pada Pasal 2 ayat (3).
Berdasarkan kedua peraturan tersebut, tindakan mengeluarkan surat atas nama pribadi dengan Kop surat Sekretaris Kabinet jelas sekali diluar kewenangannya, terlebih menurut Perpres Nomor 83 tahun 2019 tentang Kantor Staf Presiden, Staf Khusus Presiden yang merupakan bagian dari Kantor Staf Presiden merupakan lembaga non-struktural dan dengan Perpres Nomor 17 tahun 2012 yang tidak berhak melakukan tindakan eksekutif, legislatif maupun yudikatif, tindakan mengeluarkan surat itu sendiri sudah jelas bertentangan.
Sehingga tindakan mengeluarkan surat baik dengan atau tanpa Kop surat Sekretaris Kabinet ke pihak manapun jelas tindakan yang tidak berdasar. Satu-satunya yang dapat dikeluarkan hanyalah kewajiban membuat Laporan pelaksanaan tugas Utusan Khusus Presiden, dengan koordinasi Sekretaris Kabinet.
Kenapa Harus Mengarah ke Kecamatan?