Lihat ke Halaman Asli

Hanif Vidi

Analis Kebijakan

Aneh bin Ajaib: Ditersangkakan Lewat Hambalang, Divonis Lewat TPPU

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam. Vonis telah diketuk oleh hakim. Anas Urbaningrum divonis 8 tahun penjara 55 M dan 5 juta USD. Ada pro ada kontra, itu wajar. Namun bukankah setiap keputusan layak ditelusuri rasionalitasnya? Sungguh menarik.

Dalam keputusannya, majelis Hakim justru memutuskan bahwa Anas Urbaningrum telah secara sah tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam Proyek Hambalang. Majelis Hakim juga menganulir dakwaan kedua JPU. Ini menarik. Dari awal Anas sudah sangat disangkutpautkan dengan Hambalang. Yah Nazaruddin lah sumbernya. Anas didakwa menerima gratifikasi Harrier dari proyek Hambalang, ikut serta mengatur proyek dan mengatur akta tanah Hambalang. Karena inilah maka Anas berjanji jika Anas korupsi 1 rupiah saja di Hambalang, maka gantung Anas di Monas. Dengan keputusan majelis hakim tersebut, maka Sumpah Monas otomatis sirna. Tapi mengapa Anas justru dijerat pasal TPPU? Bukankah Hambalang dikatakan terang benderang keterlibatan AU oleh KPK dan JPU? Harrier? Kepemilikan Tambang di Kalimantan? Mengapa semua mendadak sirna? Anehnya kenapa Anas justru divonis berdasarkan pasal TPPU?

Menarik, dalam keputusannya, ada Dissenting Opinion. Dua anggota mejelis hakim Tipikor, Slamet Subagio dan Joko Subagio, memiliki pendapat berbeda terkait dakwaan JPU atas pasal TPPU. Dalam pendapatnya, Hakim Slamet mengatakan jika dalam kasus Anas, KPK sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan TPPU sebagaimana terangkum dalam UU No 8 Tahun 2010. Menurut dia, Anas tidak relevan dijerat dengan pasal TPPU karena dalam dakwaanya JPU tidak memiliki landasan yuridis formil. Cukup menggelitik melihat dalam peradilan Anas Urbaningrum, majelis hakim justru sering terjadi dissenting opinion. Dari awal 2 hakim memang secara jelas tidak setuju dengan pasal TPPU yang dimasukkan JPU dalam mendakwa Anas Urbaningrum. Pasal TPPU sangat rentan dengan manipulasi data dan keterangan saksi. Padahal pasal TPPU harus terbukti bukti pencucian uangnya, tidak bisa berdasarkan asumsi.

Dari awal KPK sangat ngotot bahwa Anas terlibat dalam kasus Hambalang dan akan menuntut dengan tuntutan semaksimal mungkin. Dari awal juga Anas telah dihakimi oleh peradilan opini bahwa Anas tersangkut Hambalang. Ocehan Nazaruddin di media, statemen pimpinan KPK dan jubirnya di depan pers, serta bocornya sprindik secara langsung telah menasbihkan bahwa Anas memang terlibat di Hambalang. Lewat Hambalang pula Anas ditelanjangi dalam diskusi-diskusi di televisi baik secara live interaction atau pun diskusi seperti ILC. Pertanyaan besarnya, kalau ujung-ujungnya yang diterapkan adalah pasal TPPU, lantas apa kabar Hambalang? Apa maksudnya Hambalang didengung-dengungkan dan dibesar-besarkan kepada public dengan selalu mencatut nama Anas? Apa maksud Anas didiskreditkan dengan Sumpah Monas ketika pembahasan kasus Hambalang?.

Dalam persidangan sendiri, secara de facto semua saksi baik dari Adhi Karya, Kemenpora, Bupati Bogor, dan saksi-saksi kunci dalam Hambalang telah membantah keterlibatan Anas di Hambalang. Bukankah KPK dengan pede telah menyiapkan 2 alat bukti keterlibatan Anas di Hambalang? Bukankah 2 alat bukti ini yang digunakan untuk mentersangkakan Anas oleh KPK? Bahkan sampai didukung kejadian bocornya sprindik penangkapan Anas. Ini terbukti di fakta persidangan bahwa bukti yang dihadirkan JPU sama sekali tidak relevan dengan Hambalang. Kalau begitu 2 alat bukti itu tidak valid dong? Bukankah dengan demikian, publik justru bisa melihat kalau kasus Hambalang hanya dijadikan pemaksaan agar Anas bisa ditersangkakan? Berarti Hambalang hanyalah sebuah pintu masuk, sebuah jebakan batman untuk mencari kesalahan Anas dengan kasus lain. Suatu skenario yang cantik.

Banyak pertanyaan yang ada di pikiran masyarakat. Mengapa tuntutan primer gugur tapi tuntutan TPPU justru dikabulkan? Mengapa dari awal 2 hakim memprotes pasal TPPU yang dimasukkan oleh JPU? Padahal jelas jika predicat crimenya belum jelas maka tak bisa dikenakan TPPU. Bukankah TPPU harus terbukti dulu tindak pencucian uangnya? Pasti ada alasan kuat mengapa Hakim Slamet dan Hakim Joko ngotot pasal TPPU tidak relevan terhadap kasus Anas. Apakah mereka cerdas menilai kalau memang Anas dari awal sedang diicar oleh dakwaan yang tidak rasional dalam hukum? Silahkan Anda menilai sendiri.

Hanif Vidi (Komunitas Studi Politik)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline