Lihat ke Halaman Asli

John Laba

Pendidik

Jangan Menjadi Pribadi "Tapi"

Diperbarui: 22 Juli 2022   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa hariu belakangan ini, saya kembali membaca buku berjudul: "Don't Sweat The Small Stuff in Love". Buku ini ditulis oleh Richard Carlson dan Kristine Carlson pada tahun 1999. Saya menemukan satu kata yang menarik perhatian dalam usaha membangun komunikasi antar pribadi terutama pasangan yang sudah atau akan menikah. Kata yang saya maksudkan adalah kata 'tapi'. Tanpa di sadari kita semua mengulangi kata 'tapi' dalam hidup setiap hari padahal kata tapi bisa menyakitkan, membuat luka bathin bahkan membunuh karakter pribadi tertentu.

Kita sering mengatakan ungkapan-ungkapan tertentu kepada sesama kita. Misalnya, sepasang anak muda yang sedang berpacaran dan memiliki keinginan untuk semakin serius dalam relasi mereka. Namun akan mengecewakan ketika pada suatu saat, salah satunya mengatakan: "Aku mencintaimu dengan tulus hati, tapi..." Anda bisa membayangkan reaksi pertama saat mendengar kalimat pertama itu sangat mempesona, tetapi wajah pasangan akan berubah ketika ada tambahan kata 'tapi'. Kata tapi itu menunjukkan rasa egois yang akut. Sebuah ceramah panjang dan menjengkelkan akan keluar dari mulutnya. Menghitung kesalahan-kesalahan pasangan akan keluar dengan sendirinya. Lalu apalah artinya cinta kasih di antara mereka? Kasih sejati itu tidak menghitung-hitung kesalahan pasangannya.  

Contoh lain, seorang ibu tentu selalu mengatakan kepada anaknya: "Mami sangat menyayangimu, tapi..." Pikirkanlah bahwa kalimat pertama sebelum tanda koma itu sangat indah dan menguatkan: 'Mami sangat menyayangimu' tetapi disambung dengan kata 'tapi' maka sangat mengurangi keindahan makna dari ungkapan ini. Mungkin kelanjutan dari kata tapi adalah semua observasi yang memojokkan, ocehan, pembenaran dan pembelaan diri dari sang ibu. Ibu yang lupa bahwa anaknya tetap anak dengan usianya, bukan anak yang dewasa seperti ibunya. Kata tapi sungguh bisa menyakitkan pribadi anak itu. Ibu sedang membunuh karakter anaknya dengan kata 'tapi'. Kedua contoh ini selalu terjadi dalam hidup kita.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Pertama, carilah waktu yang tepat untuk berkomunikasi satu sama lain. Katakanlah ya kalau ya dan tidak kalau tidak. Sikap munafik bukanlah yang terbaik dalam membangun sebuah relasi. Kedua, perlu sikap terbuka satu sama lain. Sikap terbuka, katakan apa adanya, jangan sembunyikan sesuatu, transparan akan membuat cinta benar-benar bertahan hingga keabadian. Ketiga, hindarilah sikap defensif. Kalau salah akuilah kesalahanmu, kalau benar tunjukanlah kebenarannya.

Apakah itu berarti kata 'tapi' tidak perlu dipakai?

Kata ini tentu boleh dipakai dalam berkomunikasi. Namun berikanlah penjelasan, alasan yang kiranya tetapi membuat relasi antar pribadi tetap harmonis. Jadi kalau anda mencintai, menghormati, berempati maka katakanlah dengan tulus. Kalau anda sedang kesal maka ungkapkanlah apa adanya. Jangan menggunakan kata 'tapi' untuk membenarkan dan memuaskan dirimu serta menari di atas penderitaan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline