Lihat ke Halaman Asli

Konsentrasi Jurnalistik

Jurnalisme Konvergensi Kel. 6 (IK5)

Harga Pupuk & Biaya Operasional Tinggi, Petani Merugi

Diperbarui: 15 Mei 2024   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen IK5 

    

  PETANI menjadi profesi yang identik bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di pedesaan. Profesi yang belakangan mulai tergerus oleh modernisasi peradaban manusia. Kendati demikian, petani merupakan salah satu tonggak penopang kestabilan bahan pangan bagi Negara.

 Sayangnya, hal tersebut berbanding terbalik dengan nasib mereka yang kian malang. Kebanyakan petani mengeluh dengan harga pupuk yang melonjak semakin mahal dan sedikitnya stok pupuk dari agen. Sehingga, mereka kerap merasa kesal dengan harga pupuk yang sekarang, bahkan terkadang mereka berpikir untuk beralih profesi. Selain harga pupuk yang mahal, para petani juga mengeluhkan mahalnya biaya operasional bagi dunia pertanian. Dimulai dari mahalnya membayar jasa para pekerja, biaya pengairan dan lain sebagainya.

     Dalam sebuah wawancara yang dilakukan terhadap salah satu petani asal Kampung Celak Kaler RT/RW 03/09 Desa Celak, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, bernama Bapak Nanang, beliau mengeluh perihal kelangkaan pupuk di daerahnya. "Pas awal penanaman mendengar pupuk habis dari agen, dan kalaupun ada mahal harganya, mungkin itu disebabkan karena sedikitnya stok dari agen sedangkan yang butuh banyak, juga pas musim panen kami kebingungan diharga jual, soalnya para tangkulak membeli harga panen kami dengan harga murah. Jadi serba salah. Dijual rugi, tidak dijual kami tidak punya uang," ungkap Pak Nanang pada Rabu, (15/05/24/) saat tengah beristirahat di sela kegiatan bertaninya.

Pak Nanang juga mengatakan, bahwa bukan tidak ada niatan untuk mencari pekerjaan lain yang dapat menunjang perekonomian keluarganya dengan lebih baik, akan tetapi ia dan beberapa rekan petaninya bingung harus bekerja apa, sebab lapangan pekerjaan di desa tergolong sangat terbatas, tidak sebanyak lapangan pekerjaan di perkotaan. Selain itu, banyak dari para petani sudah dididik menjadi seorang petani oleh orang tua mereka sejak dari kecil, bisa dibilang, menjadi petani sudah menjadi profesi turun-temurun di keluarga mereka.

Tidak banyak yang para petani tersebut inginkan, mereka hanya berharap secepatnya pemangku kebijakan bisa segera memberikan jalan keluar supaya mereka tidak terus-menerus merugi. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline