Lihat ke Halaman Asli

Implementasi Problem Based Learning dengan Platform Quizizz untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Peserta Didik

Diperbarui: 13 Desember 2022   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada tahun ini, yaitu tahun 2022, telah diberlakukan Kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum Merdeka. Pada Kurikulum ini, pembelajaran Bahasa Inggris kembali diberlakukan sebagai mata pelajaran di jenjang Sekolah Dasar. Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai sejak lama. Berbagai kurikulum dan metode pengajaran bahkan telah dikembangkan oleh pemerintah, guna meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menguasai bahasa Inggris, salah satunya dengan memperkenalkan bahasa Inggris lebih dini, dimulai dari Sekolah Dasar. Namun, pada tahun sebelumnya sempat dihilangkan karena berbenturan dengan Kurikulum yang berlangsung pada saat itu.

Sangat sedikit perhatian yang telah diberikan secara khusus untuk pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat dasar. Disinilah pentingnya inovasi pembelajaran Bahasa Inggris yang terpadu dan selaras dengan pesatnya kemajuan teknologi dan globalisasi.

Pada anak usia sekolah dasar tentunya diajarkan Bahasa Inggris yang sifatnya dasar, termasuk pengenalan objek yang ada disekitarnya. Namun fakta dilapangan, kebanyakan peserta didik masih mengalami kesulitan dalam mempelajari Bahasa Inggris karena dirasa terlalu sulit dan kurang menyenangkan. Motivasi belajar peserta didik pun masih kurang, bahkan sangat kecil keinginan mereka untuk mengerjakan/menyelesaikan tugas dari guru. Sebetulnya, faktor yang sudah dijelaskan ini umum terjadi di sekolah-sekolah dasar pada umumnya. Hal ini terjadi karena masih banyak ditemukannya masalah serta hambatan yang memengaruhi proses pelaksanaannya, sehingga hasil yang dicapai pun belum maksimal. Salah satu hambatan tersebut terlihat dari proses belajar mengajar di ruang kelas, mulai dari suasana kelas yang tidak kondusif karena banyaknya jumlah siswa dalam satu kelas, dan tidak menariknya media belajar yang disediakan oleh sekolah.

Banyaknya jumlah peserta didik di dalam satu kelas di sekolah dasar pada umumnya itu memang lebih banyak, dan hal ini membuat suasana kelas yang seharusnya menyenangkan menjadi tidak kondusif. Padahal dalam proses pembelajaran, jumlah siswa di dalam satu kelas idealnya dibatasi agar peserta didik bisa fokus dalam kegiatan belajarnya sendiri. Pada kenyataannya, sekolah-sekolah di Indonesia kebanyakan memiliki kelas dengan jumlah siswa mencapai 30-40 peserta didik dalam satu kelasnya, sehingga membuat suasana kegiatan belajar mengajar menjadi tidak ideal. Terkait banyaknya jumlah peserta didik yang ada di ruang kelas, sebenarnya hal tersebut bisa diatasi oleh para guru dengan membaginya menjadi beberapa kelompok. Selain itu, dengan membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok juga akan memudahkan para guru untuk memberikan materi dan memperhatikan anak muridnya. Karena dalam proses belajar untuk peserta didik di sekolah dasar, biasanya memang memerlukan perhatian yang lebih, mengingat usia mereka yang masih muda.

Hal lain yang menjadi perhatian terhadap pembelajaran bahasa Inggris adalah metode dan media yang digunakan masih sangat monoton. Di Indonesia rata-rata guru memakai buku pelajaran sebagai media mereka dalam memberikan materi. Namun, ada beberapa guru yang mengalami masalah karena kurangnya buku yang tersedia. Ditambah dengan para guru yang tidak mempunyai pedoman terkait buku lainnya yang layak, serta memenuhi standar untuk dipergunakan sebagai materi pembelajaran di kelas. Kalaupun di sekolah tersebut tersedia banyak buku pelajaran yang bisa digunakan, kebanyakan dari buku-bukunya pun kurang menarik untuk anak sekolah dasar. Misalnya terlalu banyak tulisan di dalam buku, kurangnya gambar yang menarik, sehingga hal tersebut menghambat atau menurunkan motivasi siswa dalam proses belajarnya. Pada hal ini, guru dituntut untuk terus mengembangkan diri agar lebih inovatif. Apalagi, kita sekarang berada pada era dimana teknologi mengambil peran yang cukup penting untuk segala hal.

Pembelajaran abad 21 adalah pembelajaran yang dirancang untuk generasi abad 21 agar mampu mengikuti arus perkembangan teknologi terbaru. Terutama pada ranah komunikasi yang telah masuk ke sendi kehidupan, maka dari itu siswa diharuskan untuk bisa menguasai empat keterampilan belajar (4C), yakni: creativity and innovation, critical thinking and problem solving, communication dan collaboration. Konsep inilah yang perlu dikembangkan dalam duni pendidikan saat ini, dimana pembelajaran harus berpusat pada peserta didik, harus kolaboratif dan metode pembelajaran tidak terus menggunakan metode ceramah.

Dengan demikian, penelitian ini merupakan upaya untuk memeriksa masalah terkait dengan pengajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar, dengan penekanan khusus pada penggunaan teknologi sebagai bentuk usaha seorang guru dalam melakukan sebuah inovasi demi mencapai tujuan pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menguasai vocabulary pada materi cardinal number.

Praktik baik ini perlu dibagikan agar seluruh guru bergerak bersama untuk melakukan model pembelajaran yang inovatif yang sesuai dengan Kurikulum yang saat ini sedang berjalan yaitu Kurikulum merdeka sehingga dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial dan menumbuhkan rasa keingintahuan pada masing-masing peserta didik.

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan sebagai guru untuk mengatasi permasalahan itu terjadi, salah satunya dengan cara mencari model dan media pembelajaran yang variatif dan inovatif. Jika kita melihat dari berbagai sumber. ada banyak sekali model dan metode yang bisa diterapkan dikelas. Namun, menentukan model dan media yang tepat sangatlah tidak mudah. Setiap model dan media memiliki tujuan masing-masing.

Pada hal ini, saya mengambil satu model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan di sekolah saya. Model pembelajaran tersebut adalah Problem based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran yang mengenalkan peserta didik pada suatu permaslahan yang memiliki keterkaitan dengan materi yang dibahas. Peserta didik kemudian akan diminta untuk mencari solusi untuk menyelesaikan kasus/masalah tersebut. Proses pencarian jawaban dari masalah yang dihadapi merupakan fokus utama dan hasil akhirnya bukanlah menentukan salah atau benar karena bersifat terbuka. Adapun karakteristik dari model ini adalah:

1. Bersifat students-centered atau berpusat pada siswa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline