Kesepian itu semakin lama semakin bertumpuk di atas meja kamarku bahkan ia mulai menggerutu menyiksa kepala dan telingaku.
Menyiksa hari-hariku, menyiksa tidur malamku lalu dengan kuku-kukunya yang runcing penuh racun ia cabik-cabik jantung dan lambung, ia lumat serta habiskan darahku.
Bahkan kesepian itu tidak membagikan tempat bagiku untuk sekedar merebahkan penat bahkan kamar mandi pun penuh dengan kesepian, dingin dan ngilu di badan.
Kesepian bagai lendir, berbau amis dan ia mulai berceceran jatuh dari atas meja kamarku dari langit-langit yang groak penuh sarang laba-laba dari dinding kamar yang penuh coretan kata.
Kesepian menjelma apa saja yang ia mau.
Semut-semut hitam berbaris memanjang mencibir kesepian itu mereka menolak membawanya ke sarang. Mereka tak ingin merasakan kesepian.
Sebab kesepian adalah mahkluk buas yang tidak kasat mata kalaupun ia terlihat ia sangat menjijikkan bagai belatung di atas mayat korban pembunuhan yang tidak di kubur. Busuk.
Sial, kesepian itu memenuhi seluruh ruangan kamarku, hatiku, jiwaku berontak namun terlanjur terikat hingga tak tersisa kesepian itu memenuhi nafasku.
Kesepian menjelma apa saja yang ia mau.