Akulah puisimu, menggenggam tunggu dari jendela rumah tua di Jakarta.
Pada gerimis dan kursi kosong, ketakutan manusia meninggalkan malam menjadi distorsi catatan perjalanan.
Cerita yang tak pernah usai, kebosanan, cinta terdahulu, penyesalan.
Namun kamu tidak sendiri, ku yakin kau tahu perihal menemukan, laut di atas langit, pecah dan patah, kisah kasih dan mimpi indah.
Penghargaan terbesar untuk dirimu tentang sayap-sayap yang terkembang, menyambut perjalanan ke dunia sana.
Melawan diri membuka rahasia daun yang gugur, namamu akan di tuliskan pada takdir langit dan jangan pernah menyerah.
Maaf bila aku tak sempurna, tentang lelah aku bercerita seperti yang sudah-sudah karena kalian adalah teman bertukar cangkir.
Dan aku benci menyanyikan senandung lagu selamat tinggal kepada kalian yang telah ziarah kubur kepada puisiku yang rebah.
Teruslah menulis puisi kawan, aku merindukan puisi-puisi indah kalian, kalian sangat menginspirasi.
Handy Pranowo