Kali hitam jaring hitam. Mengalir keruh air peradaban jaman. Luka-luka yang terbuka meneteskan darah, meneteskan nanah. Dan kita membuangnya ke kali, membawa petaka, membawa bencana. Sampah peradaban, sampah kehidupan terus mengalir entah kapan bisa di hentikan.
Oh ku endus pula bau anyir, bau keserakahan menempel di hidung yang pilek dan sulit terurai. Menempel pula baunya di seragam-seragam pemangku jabatan yang penuh dengan kemunafikkan. Janji-janji manis indah di selewengkan.
Kali hitam jaring hitam, membentang membelah hiruk pikuk kota yang kikuk. Kota yang sibuk, kota yang seharusnya menjadi acuan tatanan kota lainnya tetapi kini nampak bingung sebab kebijakan-kebijakan yang di hadirkan oleh tuannya seperti tanpa perencanaan yang matang, serba instant.
Oh, kota yang ramai penuh pendatang, kota yang megah di bangga-banggakan. Jakarta yang hingar bingar, Jakarta yang kehilangan tujuan. Jakarta yang ku sayang. Aku bersedih dan hendak kemana ku adukan kesedihanku yang terpendam.
Kali hitam jaring hitam terbentang tak dapat membendung bau keserakahan, tak dapat memperindah tampilan keadaan dan semua itu tak terbantahkan demi kepuasan nafsu belaka, demi omong kosong dan bualan.
Handy Pranowo
20July18
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H