Lihat ke Halaman Asli

Handy Tomasoei

anak kos2an yang lagi belajar menulis

Mengapa Perlu Pasca Panen Padi?

Diperbarui: 24 Juni 2021   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: sikumis.com

Bukan lagi hal baru bagi petani padi sawah terkait dengan permasalahan kehilangan hasil pada saat pemanenan. Berbagai upaya telah dilakukan yakni dengan menggunakan teknologi dimana saat ini digunakan mesin (Power Threser), sehingga dapat menekan kehilangan hasil tersebut. Namun tidak hanya sampai di situ saja, dalam penanganan dalam penyimpanan pun memiliki resiko kehilangan hasil yang cukup tinggi baik berupa penurunan mutu fisik hingga penurunan nutrisi.

Penurunan mutu fisik dapat menyebabkan susut bobot maupun susut atau kehilangan nutrisi beras. Terjadinya susut mutu fisik antara 0,49-150%, yang terjadi pada saat penundaan perontokan sebesar 0.27-0.77% dan terjadi pada saat penyimpanan gabah diikuti petani sebesar 0.22-0.73%. Selain susut bobot, perlakuan penanganan pascapanen yang salah dapat menyebabkan susut mutu kimiawi, misalnya kadar amilosa berkurang, sehingga rasa nasi menjadi pera dan tidak pulen lagi. Susut tersebut dapat terjadi karena

(1) terjadi penundaan atau keterlambatan perontokan,

(2) penumpukan padi di sawah yang terlalu lama,

(3) terjadinya keterlambatan dalam proses penjemuran/pengeringan; dan

(4) kerusakan yang terjadi karena kondisi penyimpanan yang terlalu lama dan kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat.

Terjadinya penurunan kadar air gabah selama penyimpanan 1.53-2.61%, penurunan kadar air terjadi karena adanya kadar air keseimbangan antara suhu dan kelembaban masing-masing lokasi penyimpanan. Dengan terjadinya perubahan kadar air, maka akan terjadi pula perubahan keseimbangan unsur-unsur mikro yang terdapat dalam beras.

Selain itu terjadi perubahan kenaikan kadar abu antara 0.12-0.7%, kadar serat antara 0.87-1.41%, dan kadar karbohidrat antara 1.42-2.33%. Penyimpanan gabah selama 5 bulan belum menunjukan adanya perubahan yang nyata terhadap kandungan asam lemak bebas, sehingga belum menimbulkan bau tengik pada beras. Hal ini karena pada penyimpanan gabah lapisan aluron atau lapisan bekatul yang banyak mengandung asam lemak masih tertutup kulit sekam (karyopsis), sehingga terjadi oksidasi asam lemak bebas dapat dihindari, berbeda kalau penyimpanan tersebut dilakukan pada beras pecah kulit.

Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal.

Selain itu, Teknologi penyimpanan gabah menggunakan teknologi hermatically sealed storage (super bag). Sistem penyimpanan hermatic adalah menempatkan gabah pada ruang kedap udara, sehingga mikroorganisme maupun jamur yang merusak gabah tidak bisa tumbuh dan berkembang, sampai dengan 5 bulan penyimpanan. Gabah yang disimpan dengan super bag menghasilkan rendemen giling 69,25% dengan kandungan beras kepala 80,62% serta daya tumbuh dari biji gabah masih 88,75%.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline