Lihat ke Halaman Asli

"Dare to Fail, Dare to Down…"

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berani gagal & berani jatuh, kenapa nggak? Seri Psikologi by: HANDRY TM

Ada dua pilihan untuk menjadi orang terpandang: Sukses karena tercela, atau gagal karena mulia? Kenapa kegagalan senantiasa menjadi haram, dan sukses besar selalu menghantui setiap orang?

BERDIRI di lantai atas hanggar bandara Soekarno-Hatta, titik pandang Viona ngikutin gerakan pesawat yang terus menjulang tinggi. "Aku ingin menjulang tinggi di awan, dan hilang entah," katanya bak berpuisi.

Ia nggak bisa bayangin, menjadi cewek nggak bermakna bagi lingkungannya. Nggak dipandang teman, apalagi orang yang jauh dari pergaulannya. "Aku nggak bisa bayangin, menjadi orang terpuruk dan lantas terjungkal begitu saja di tempat sampah."

Yang jadi pertanyaan kini, seberapa jauh ukuran sukses Viona? "Untuk menjadi bintang pelajaran, rasanya mustahil. Aku mesti masuk koran, main sinetron, paling nggak menjadi model video klip grup musik kelas menengah," katanya.

Tapi, ternyata Tuhan memberi banyak pilihan. Manusia nggak bakal mampu menikimati kesuksesannya jika dari awal ia hidup di lingkungan sukses. Ukuran "nikmat" bakal dibandingin dengan kadar "nggak nikmat" tempat dimana ia kini berdiri.

Viona merasa dirinya cewek tajir sejak kecil. Kekayaan turun-temurun dari neneknya, hingga kelak kalo doi punya anak, kayaknya kekayaan itu belum beranjak jauh. Ukuran enak di mata keluarga Viona sangat faali (fisik). Makan enak, tidur nyenyak, pokoknya serba nikmat, deh. Terus ada ukuran sukses lain di luar itu. Eh, si Titi, teman sekelasnya, sekalipun anak pegawai negeri, doi sukses juga lho menjadi penyanyi. Eh, hepi itu ternyata nggak melulu belanjaain duit, tapi juga confession.

Orang lain bertepuk, menyapa dan teman sesama cewek mencubit pipi Titi, dengan sapaan mesra: "Elok nian penampilan kamu di televisi." Aduh, kenapa nggak ada yang nyeletuk, "Bagus bener rumah kamu di Pondok Indah itu," atau apalah.

Viona mendapatkan bandingan lain. Satu hal, ada bobot sukses yang lebih kualitatif di seberang sana. Yakni reputation. Sukses yang terlebih dahulu diperjuangkan. Bukan sukses lantaran hadiah.

Tipologi Jiwa

Andai jiwa ini bisa dibedah, maka menurut Plato - akan terdiri atas tiga bagian dengan sifat yang beda. Yakni jiwa yang bersifat logos (pikiran), thumos (kemauan) dan epithumid (hasrat). Logos terletak di batok kepala kita. Ia penerjemahan pikiran-pikiran kita. Kemudian thumos berada di dada kita, sementara epithumid terjadi di perut kita.

Masing-masing punya kekuatannya sendiri. Viona rupanya tipe pribadi yang cuma ngandalin hasrat dan kemauan, sementara logika nggak tampil kuat. Adonan itu munculin tipologi kebajikan yang sekadar berani dan tampil dengan penguasaan diri, namun nggak ada kebijaksanaan dalam dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline