Lihat ke Halaman Asli

handrini

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

Basarnas, Menyelamatkan Nyawa dengan Mempertaruhkan Keselamatan Diri

Diperbarui: 25 Mei 2016   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama Instruktur SAR

Aku berhutang satu cerita.. tentang kemanusiaan dan tentang demi menolong keselamatan yang lainnya, harus rela mempertaruhkan keselamatan diri mereka sendiri #Basarnas

Itu adalah status facebook saya hari ini. Ya, saya berhutang satu cerita. Hutang pada diri saya sendiri.... Layaknya sebuah hutang lainnya, ternyata sangat sulit untuk dilunasi. Begitu banyak kisah yang ingin saya tuangkan, hingga akhirnya saya termanggu dan berusaha memilah dan memilih apa yang akan saya tuangkan dan mulai dari mana kisah ini harus diceritakan.

Masih ingat jatuhnya Merpati MA 60 yang membawa 27 orang penumpang di Teluk Kaimana, Sorong? Yup, pesawat yang dipiloti oleh Purwadi Wahyu dan co-pilot Paul Natt tersebut jatuh kurang lebih 500 meter sebelum mencapai Bandara Kaimana, Sorong, Papua Barat. Bisa dibayangkan situasi dan kondisi untuk melakukan pertolongan dan mengevakuasi crew dan penumpang yang ada? Dapatkah pula kita membayangkan seperti apakah tantangan dan berbagai masalah yang harus dihadapi anggota SAR dalam melaksanakan setiap penugasan?

Dalam kondisi cuaca hujan dan berkabut tebal, sehingga mempengaruhi jarak pandang itulah, pesawat Merpati MA 60 dikabarkan jatuh. Secara logika, dalam cuaca hujan dan berkabut tebal seperti itu, tentu orang akan menghindari untuk menerobos hujan dan mengarungi derasnya arus, namun sebaliknya Tim SAR dari Basarnas segera melakukan pencarian. “Itu adalah tugas kami. 

Setiap musibah pasti terjadi saat kondisi cuaca buruk, jika kami menunda pencarian dan pertolongan, maka kami khawatir ada nyawa yang seharusnya dapat diselamatkan jadi kehilangan kemungkinan terselamatkan. Mau tidak mau kami harus mempertaruhkan keselamatan diri demi menyelamatkan yang lain,” tutur salah seorang Instruktur Basarnas distrik 4 ditengah hempasan kencang ombak Teluk Kaimana.  

Hantaman ombak dan hempasan ombak menyapu keras wajah kami. Cuaca di tengah lautan bertambah garang. Tapi tetap Kapten Ahmad Adhy terus memacu sea rider dengan kencang. Kecepatan dalam pencarian dan pertolongan adalah salah satu faktor dari penentu keberhasilan. Hantaman ombak yang kencang, berulang kali membuat rigid miring hingga serasa siap untuk karam, namun dengan sigap Kapten Ahmad Adhy tetap mampu mengendalikan agar kembali seimbang  dengan target segera tiba ditujuan. 

Percakapan kami berkisar antara proses pencarian pertolongan dan evakuasi Merpati yang jatuh di teluk Kaimana beberapa tahun silam. Kondisi lautan tak jauh beda. Sama seperti waktu mendengar ada pesawat terjatuh, demikian pula laju sea rider membelah lautan. Hanya bedanya saat melakukan proses evakuasi, dilakukan dengan harapan ada nyawa yang dapat tertolong.

Mendapatkan kesempatan untuk mengecap “rasa latihan” yang serupa dengan latihan pembaretan jilid 2 usai latihan crosscountry bersama Kapten Ahmad Adhy dan Instruktur SAR Basarnas Kantor SAR Sorong, Marinus Benedict menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi saya. 

Upacara Pembaretan ini merupakan suatu acara yang akan menjadi tradisi Basarnas bagi setiap personil di tiap-tiap Kantor SAR dan Pos SAR seluruh Indonesia yang bertujuan untuk menanamkan rasa kebanggan jiwa Rescuer kepada personil Kantor SAR. Tak hanya kekuatan fisik, kecakapan dan kecepatan dalam mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan pencarian dan pertolongan turut diasah dalam berbagai latihan.

Cuaca yang gelap dan ombak kencang bukan satu-satunya tantangan.  Ingatan saya mendadak bergulir ke jenazah demi jenazah yang berhasil di evakuasi.  Semangat nelayan setempat yang memiliki kemampuan menyelam untuk bergabung menjadi relawan patut diapresiasi. Namun ternyata tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan fisik yang memadai kita dapat membantu melakukan proses pencarian dan pertolongan. Ketika (maaf) potongan jenazah diketemukan, kerap kali relawan tidak mampu untuk mengevaluasinya. Hingga akhirnya anggota basarnas waktu itu yang harus turun langsung untuk melaksanakan proses evakuasi jenazahnya.  

Pembaretan di Kantor SAR Sorong

Latihan crosscountry yang dilakukan sebelum pembaretan misalnya, sangat bermanfaat untuk menepa kekuatan fisik dan mental anggota Basarnas untuk melakukan pertolongan dan pencarian dalam musibah apapun. Namun ternyata, hutan lebat dan jalur yang terjal bukan lagi menjadi halangan. Melainkan, kondisi fisik jenazah korban kerap kali menjadi tempaan mental bagi anggota Basarnas. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline