Lihat ke Halaman Asli

handrini

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional

Masalahnya Kualitas Layanan, Bukan Soal Legal atau Ilegal

Diperbarui: 23 Maret 2016   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalih yang di dorong pagi ini di sebuah dialog televisi nasional adalah bukan pemakaian aplikasinya karena jika soal pemakaian aplikasi taksi konvensional yang menolak disebut taksi konvensional adalah persoalan legal dan illegal. Agak aneh rasanya jika itu yang ributkan karena taksi online sudah beberapa lama beroperasi. Ibarat mobil tanpa plat nomer - illegal - bukankah seharusnya langsung di "semprit" dan dihentikan? Tapi tentu itu persoalan dari persaingan dari yang sudah ada dan pendatang baru.

Bagi kami, masyarakat, persoalannya adalah kualitas layanan. Apa saja sih kelebihan dari penyedia layanan tanpa trayek yang merupakan pendatang baru tersebut bila dibandingkan dengan pemain lama?

1. Murah (Nah pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan penetapan tarif awal Rp.40.000 jika melakukan order via telpon? Komponen ada saja yang dihitung didalamnya? Apakah transparan dalan penetapannya? Ingat salah satu azas dalam UU LLAJ adalah transparansi. Tuduhan yang kemudian dilayangkan ke pendatang baru adalah ada "cukong" dibalik mereka yang mensubsidi. Kebetulan ada berita di Singapore yang menjelaskan hal itu. Oke, lantas model bisnis yang digunakan sebagaimana dishare Rhenald Kasali bagaimana? Taruhlah dengan aplikasi sehingga tidak memerlukan operator, akhirnya menekan biaya operasional. Lantas apakah kembali masyarakat yang harus dikorbankan?

2. Mobil bagus dan muat banyak. Tak dapat dipungkiri, pengunaan mobil-mobil terbaru dan kapasitas muatan lebih banyak adalah daya tarik berikutnya.

3. Penumpang tidak perlu takut nyasar. Paling sebal ketika naik si pengemudi taksi konvensional (maaf kami tetap beranggapan konvensional) bertanya "mau lewat mana?" Heiii.... macam mana pula? Lucunya ketika kita berlagak tidak tahu (seriong saya sengaja mengetes kejujuran pengemudi taksi) akhirnya dilewatkan ke jalur yang jauh. Buru-buru saya cegah. Saya arahkan. Tapi itu jika saya masih beruntung. Mayoritas yang saya alami meski sudah diarahkan tapi dalihkan kelupaan dan terlewatkan jadilah kami harus berputar-putar dan membayar lebih banyak. Jadi nyaman bukan kalau kami tinggal duduk dan nyampai tanpa khawatir dibawa berputar-putar toh nanti bayarnya juga sama karena yang dihitung kilometer dan jalurnya sudah jelas tertera.

4. Tidak takut macet. Paling sebal modus taksi konvensional adalah sengaja melewatkan di jalur macet. Kata mereka sih mereka juga rugi. Tapi benarkah? Yang pasti kami penumpang harus membayar lebih dan waktu kami pun jadi banyak tersita. Padahal sering sudah kami arahkan lewat jalan lainnya.

5. Etiket pengemudi. Dari pengalaman naik taksi online saya belum pernah mendapati pengemudi yang menyesakkan. Pernah saya dan teman-teman naik taksi biru dari kawasan RS Pelni sudah diarahkan eh masih pula diputarkan dengan dalih kelupaan berbelok ke kiri. Tak hanya itu nyaris menabrak motor, motornya marah dipelototin pengemudi taksinya ikutan marah. Akhirnya kami terpaksa menahan ketakutan karena pengemudi taksi sengaja nge-gas kemudian memepet motor tsb lalu mengerem tiba-tiba terus menerus seperti itu hingga terpaksa kami terus berusaha menyabarkan si pengemudi taksi walau sebenarnya ingin sekali rasanya meneriakin si pengemudi yang emosional seperti itu.

Itu hanya sebagian kecil dari kualitas yang kami nilai. Selebihnya bonus plus-plus seperti charger yang ada di belakang kuris pengemudi, tisu dan aroma mobil yang jauh lebih bersahabat adalah nilai kualitas lainnya. Jadi bagi kami penguna, persoalan illegal rasanya terlalu dibesar-besarkan. Toh kami tidak merasa keselamatan terancam karena identitas pengemudi dan plat nomer jelas. Artinya kalaupun terjadi apa-apa kami bisa melacak dari data yang kami terima. Bagi kami persoalannya adalah kualitas pelayanan. Kami sudah pasti akan memilih kualitas layanan yang lebih baik daripada yang kedodoran. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline