“Masalahnya anggota DPR dihadapi dengan cara beretiket nggak bisa sih....ini bukan untuk pembenaran dalam beberapa kasus saya terpaksa harus "marah" "kasar" dan "memaksa" karena cara saya baik-baik sudah tidak digubris dan diindahkan....”
(komentar si A)
Masalah selama ini belum bisa dijadikan contoh mbak kita gak usah pura-pura nggak tau atau bahkan nggak mau tau denger opini rakyat banyakan negatif daripada positifnya walaupun sebenernya itu nggak bisa digeneralisasi tapi kenyataannya yang baik-baik pun terimbas getahnya..nah gimana kalo yang mulia semua juga berintrospeksi diri juga kenapa sampai rakyat aja antipati
(Komentar yang lain)
Woalaahh jangan esmosi jiwa mbak membela anggota dewan hehehe seperti tadi tak bilang efeknya dari 560 orang yang bagus-bagus itu juga terkena imbasnya
(komentar yang satunya)
Itu adalah segelintir komentar tajam yang merespons status facebok yang saya unggah. Berbagai komentar tajam itu terasa menancap di hati. Tak ayal, seulas senyum terkembang perlahan. Sebelum mengunggah status yang terbaca “membela” sebuah lembaga yang kerap disebut “wakil rakyat” itu. Rasanya, sekeras apapun kerja, kerja, kerja yang dilakukan tampaknya akan kecil sekali untuk terlihat oleh rakyat. Lihatlah judul-judul berita yang menghiasi media massa ataupun tayangan berita di televisi. Mayoritas memoles tema-tema yang sangat negatif:
- Target Legislasi Semakin Sulit Tercapai, Apa Kerja DPR?
- Setahun Bekerja, Fungsi Legislasi DPR Melempem
- Setahun DPR, Belum Memperjuangkan Rakyat
Sesekali disela “letih” mencerna pasal demi pasal, ayat demi ayat dari sebuah draft Rancangan Undang-Undang (RUU) – berbagai komentar dan berita itu sesekali menyeruak, hingga menimbulkan rasa “letih” yang bertambah.