Era kebangkitan industri pertahanan di Indonesia dimulai sejak dibangunnya sebuah industri peralatan militer yang dikelola dibawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang kini dikenal dengan nama PT. Pindad (Persero) serta dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 59 tahun 1983 tentang Pembentukan Dewan Pembina Dan Pengelola Industri-Industri Strategis dan Industri Hankam.
Langkah selanjutnya pemerintah menetapkan 4 industri pertahanan yakni PT. Pindad bergerak dibidang persenjataan dan amunisi, PT. IPTN (sekarang PT. Dirgantara Indonesia) bergerak dibidang kedirgantaraan, PT. PAL bidang kemaritiman, dan PT. Dahana bidang bahan peledak kedalam 10 industri strategis kedalam naungan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS). Enam industri strategis lainnya antara lain; PT. INKA (kereta api), PT. INTI (telekomunikasi), PT. Karakatau Steel (baja), PT. Boma Bisma Indra (kontainer dan perlalatan), PT. Barata (mesin diesel) dan PT. LEN (elektronika).
Namun hantaman krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 menjadi titik balik bagi BUMNIS Indonesia sebab dihapuskannya proteksi dan subsidi oleh pemerintah untuk menyeimbangkan anggaran negara telah menyebabkan sebagain besar BUMNIS tidak mampu beroperasi lagi.
Seiring dengan munculnya beragam ancaman pertahanan dan keamanan di kawasan asia tenggara maupun di dalam negeri diantaranya kasus pelanggaran HakAsasi Manusia, pertikaian teritori (border diputes) misalnya kasus sipadan ligitan dan ketegangan dengan Malaysia, ancaman terorisme telah mengembalikan kesadaran tentan arti pentingnya industri pertahanankonvensional dan inkonvensional guna mempertahankan dan menegakkan kedaulatan NKRI dari ancaman dari dalam dan luar.
Permasalahannya adalah untuk merevitalisasi industri pertahanan yang ada saat ini kita perlu melihat secara obyektif bagaimanakah perangkat perundang-undangan yang ada saat ini dalam mengatur hierarki, kewenangan serta berbagai faktor yang yang mempengaruhi keberadaan industri pertahanan yang saat ini serta kondisi obyektif industri yang ada saat ini sehingga dapat dilihat berbagai kekurang efektifan yang terjadi guna menyusun rancang bangun industri pertahanan yang lebih baik dalam sebuah rancangan undang-undang industri pertahanan.
Secara umum, Industri pertahanan terdiri dari riset dan pengembangan, produksi materi, dan peralatan militer. Kata “produksi” dalam hal ini termasuk proses manufaktur, processing, perakitan, perawatan, reproduksi, peningkatan mutu, dan perekaan ulang. Industri pertahanan dalam arti luas mengembangkan atau memproduksi material, mesin-mesindan peralatan (termasuk persenjataan dan peralatan) yang digunakan secara langsung maupun tidak langsung untuk pertahanan nasional sebuah negara.
Terdapat beberapa karakteristik yang membedakan antara industri pertahanan dengan industri sipil. Pada industri pertahanan, kuantitas produksi dibatasi karena pada umumnya hanya pemerintahlah yang menjadi konsumen utamanya. Produksi industri pertahanan juga memerlukan teknologi dan presisi yang tinggi. Pada umumnya, kurun waktu kembalinya modal investasi juga relatif lama sedangkan jangka waktu usangnya teknologi sangat singkat. Kapabilitas operasional dan ketepatan waktu produksi menjadi faktor yang lebih menentukan dibanding harga pada industri pertahanan. Lebih lanjut, fasilitas produksi tidak akan dapat dipindahkan secara bebas dalam keadaan darurat, dan tingkat keamanan yang tinggi pun sangat diperlukan dalam hal ini
Berpijak pada pemahaman tentang industri pertahanan dan keamanan tersebut, maka sebelum menetapkan pengaturan tentang Industri Pertahanan Keamanan dalam sebuah Rancangan Undang-Undang terlebih dahulu harus dilakukan kajian secara objektif tentang :
1.Bagaimanakah pembagian hierarki, kewenangan serta berbagai faktor yang mempengaruhi dalam industri pertahanan di Indonesia?
2.Bagaimanakah sistem reproduksi, redistribusi, menjual kembali, meminjamkan, sub-lisensi, penawaran, atau distribusi (systematic reproduction, redistribution, reselling, loan, sub-licensing, systematic supply, or distribution) dalam industri pertahanan di Indonesia?
3.Bagaimanakah tingkat efektivitas pengorganisasian industri pertahanan ?
Sehingga pada gilirannya nanti rancang bangun tentang industri pertahanan keamanan Indonesia yang akan disusund alam sebuah Rancangan Undang-Undang dapat menghasilkan sebuah pengaturan pengorganisasian yang ideal bagi industri pertahanan di Indonesia.
Referensi :
Muhamad Jaki Nurhasya, Analisa Pengaruh Industri Pertahanan Korea Utara Pada Level Sistemik Global, Subsistemik, Regional Dan Domestik, Jakarta, Jurnal Ilmiah Pertahanan Vol. 1, No. 3 Oktober 2011, 2011, hal. 39
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H