Golput Apakah Bisa Dipidana?
Oleh Handra Deddy Hasan
Kurang dari seminggu lagi Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu). Tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024, seluruh rakyat Indonesia yang telah dewasa atau yang telah menikah atau pernah menikah mempunyai hak untuk memilih pemimpinnya dengan datang ke Tempat Pemberian Suara (TPS).
Hal tersebut setelah melalui proses dan koordinasi dalam bentuk Tim Kerja bersama yang terdiri dari DPR, Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP.
Kesepakatan Tim Kerja Bersama bahwa Pemilu dan Pemilihan diselenggarakan pada tahun 2024 sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 UU Pemilu, Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Golongan Putih (Golput)
Jadi Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih dengan cara mencoblos kertas suara yang telah disediakan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pemilu merupakan momen bagi rakyat untuk menentukan pemimpin yang akan mengelola negara Indonesia untuk 5 (lima) tahun ke depan terhitung sejak tahun 2024.
Namun dalam pelaksanaannya pada hari pencoblosan ada sebagian masyarakat tidak menggunakan haknya untuk memanifestasikan kedaulatannya sebagai rakyat. Sebagian rakyat yang tidak memilih tersebut dinamakan Golongan Putih (Golput).
Golongan Putih, atau Golput, merupakan sikap atau tindakan seseorang yang memilih untuk tidak memberikan suaranya dalam pemilihan umum, baik itu karena alasan tidak puas terhadap calon yang ada, tidak yakin dengan proses pemilihan, atau alasan lainnya.