Lihat ke Halaman Asli

Handoko

Laki-laki tua yang masih mencari jati diri.

Derita Atlet Berprestasi di Masa Pensiun Bukan Cuma Terjadi di Indonesia

Diperbarui: 27 September 2021   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diambil dari Unsplash.com

Beberapa waktu terakhir tentu banyak dari kita yang mendengar berita yang memprihatinkan tentang salah satu atlet kebanggaan kita, Verawati Fajrin. Beruntung Pak Jokowi bertindak cukup cepat untuk membantu. Kisahnya mungkin adalah satu dari banyak kisah lain tentang atlet-atlet tua di negeri ini. Ada Ellyas Pical, Denny Thio, Abdul Razak, dan masih ada nama-nama lainnya dari berbagai bidang olahraga.

Namun sebenarnya kisah atlet yang pernah berjaya di masanya dan kemudian mengalami kesulitan di usia pensiun, bukan hanya monopoli Indonesia.

Tidak sedikit atlet-atlet luar negeri, bahkan dari negara-negara maju, yang mengalami kesulitan dalam hidupnya setelah menjalani masa pensiun. Beberapa dari mereka, bahkan adalah atlet-atlet profesional yang sudah mendulang milliaran bahkan trilyunan rupiah dari karier mereka.

Mungkin tidak bisa dibandingkan, tapi rasanya bisa dicari benang merahnya. Minimal bagi orang tua yang saat ini punya anak yang bercita-cita untuk menjalani karier di bidang olahraga, apa yang berusaha saya ulak-ulik ini, bisa menjadi bahan pemikiran.

Menurut saya ada beberapa hal yang perlu diingat ketika seseorang ingin terjun ke dunia olahraga dan menjadikan itu karier utama dia.

Pertama masalah rentang usia.

Hampir di semua jenis cabang olahraga, tidak ada atlet yang bisa berprestasi, tanpa menginvestasikan waktu, pikiran dan segenap kehidupannya untuk berlatih sejak usia yang masih sangat muda. Umumnya semakin populer cabang olahraga tersebut, semakin cerah masa depannya, akan tetapi juga semakin ketat kompetisinya.

Artinya, seseorang yang ingin berkarier di bidang olahraga, mau tidak mau, waktu dan perhatiannya akan terserap untuk melatih skill yang diperlukan di bidang itu, sehingga tersisa sedikit waktu dan pikiran untuk hal-hal lain di luar cabang olahraga yang dia tekuni. Sementara skill-skill tersebut, belum tentu bisa dengan mudah ditransformasikan menjadi skill yang bisa digunakan di luar dunia olahraga.

Di lain pihak, tidak seperti karier lain pada umumnya, mereka yang berkarier di bidang olahraga memiliki kesempatan berkarier yang paling sempit dari segi waktu. Kondisi tubuh seorang manusia akan mulai mengalami penurunan ketika mereka masuk usia 30an, sementara ada banyak pesaing baru yang lebih muda yang sedang berada pada puncak kondisi tubuhnya. Meski pengalaman bisa menutupi kekurangan di sisi fisik, tetap saja pada akhirnya seorang atlet harus mendengarkan sabda alam. Relatif sedikit atlet-atlet yang masih mampu berkompetisi di dunia profesional di atas usia 40an. Bandingkan dengan usia pensiun karyawan biasa yang berada di kisaran 50-an. Atau artis dan penyanyi yang bisa aktif di bidang pilihannya sampai akhir usia.

Umumnya salah satu pilihan yang diambil oleh atlet yang telah pensiun adalah menjadi seorang pelatih. Namun perlu dipikirkan pula, satu orang pelatih tentunya melatih belasan atau puluhan atlet muda. Misalnya seorang atlet sepak bola, dalam satu tim setidaknya ada dua puluh sampai tiga puluh atlet sepak bola. Ada berapa pelatihnya? Satu pelatih utama dan beberapa asisten pelatih. Artinya porsi lapangan pekerjaan sebagai pelatih, itu tidak sebanyak lapangan pekerjaan sebagai seorang atlet.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline