Lihat ke Halaman Asli

Handoko

Laki-laki tua yang masih mencari jati diri.

Upacara Bendera dan Pembacaan Pembukaan UUD 1945

Diperbarui: 18 Agustus 2021   08:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gbr diambil dr unsplash.com/photos/La3MwNrgEDc

Sebagai bagian dari kelompok minoritas di negara ini, sebuah kebohongan kalau saya tidak pernah mempertanyakan kecintaan saya pada negeri tempat saya lahir dan dibesarkan ini. Tentu saja tidak fair jika saya mengatakan bahwa kelompok minoritas diperlakukan dengan buruk di negara ini, akan tetapi terlalu naif juga jika ada yang mengatakan isu SARA sudah selesai di negara ini.

Perlakuan diskriminatif itu ada, dan mungkin sejarah luka lama yang diwariskan dari generasi ke generasi dalam bentuk cerita dan ketakutan tak logis, membuat sulit bagi sebagian kelompok minoritas untuk bersikap adil. Bersikap adil bahwa sebenarnya diskriminasi yang mereka alami pada umumnya masih dalam batas yang wajar dan bisa dimaklumi. Bahwa sikap terbuka dan menerima dari kelompok yang mayoritas, itu sebenarnya jauh lebih banyak porsinya daripada sikap yang diskriminatif.

Kata orang, "Sing ngono ki sakjane sithik, cuman suarane banter."

(Yang begitu itu sebenarnya sedikit, suaranya saja yang keras.)

Lalu mengapa saya bicara tentang hal ini, ketika membahas tentang upacara bendera dan pembacaan pembukaan UUD 1945? Karena momen inilah yang menjawab pertanyaan saya tentang nasionalisme saya. Momen ketika pembukaan UUD 1945 dibacakan dalam sebuah seremoni yang hikmat.

Upacara bendera adalah kegiatan yang rutin dilaksanakan semasa sekolah dan sekarang setelah dewasa saya temui setahun sekali di TV, saat stasiun TV menayangkan upacara bendera di Istana Merdeka. Even ini penting bagi saya sebagai bagian dari bangsa ini, karena ada sebuah momen yang selalu mendebarkan hati saat saya mengikutinya. Momen ketika pembukaan UUD 1945 dibacakan.

Ketika kalimat ini dibacakan: 

"Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline