Lihat ke Halaman Asli

Perbedaan Unsur Intrinsik pada Hikayat dan Cerpen

Diperbarui: 15 Februari 2016   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh. Sedangkan cerpen adalah jenis karya sastra yang dijelaskan dalam bentuk tulisan yang berwujud sebuah cerita atau kisah secara pendek, jelas, serta singkat.  Cerpen bisa disebut juga dengan sebuah prosa fiksi yang isinya tentang pengisahan yang hanya terfokus pada satu konflik atau permasalahan.

Ada beberapa perbedaan unsur intrinsik antara cerpen dan hikayat. Secara umum cerpen dan hikayat tidak ada perbedaan, namun apabila dipelajari lebih dalam terdapat beberapa hal yang membuat kedua karya sastra itu berbeda. Sebagai contoh cerpen yang berjudul Hari Penyesalan  ciptaan Muhammad Fauzan dengan hikayat berjudul Hikayat Putri Kemuning.

Hikayat Bunga Kemuning 

Alkisah, pada zaman dahulu kala ada seorang raja yang dikenal arif dan bijaksana. Ia memiliki sepuluh orang puteri berparas cantik jelita bernama Puteri Jambon, Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona, dan Puteri Kuning. Tetapi karena terlalu sibuk mengatur kerajaan, sang raja tidak sempat mendidik mereka dengan baik. Sementara sang isteri telah meninggal dunia ketika melahirkan puterinya yang bungsu. Sang raja terpaksa menyerahkan pengasuhan anak-anaknya pada inang pengasuh kerajaan.

Ternyata sang inang pengasuh tidak kuasa mengasuh seluruh puteri raja. Hanya si bungsulah, yaitu Puteri Kuning yang berhasil didik dengan baik hingga menjadi anak yang selalu riang, ramah pada setiap orang dan memiliki budi pekerti baik. Sementara kakak-kakaknya tumbuh menjadi anak manja dan nakal. Mereka tidak mau belajar dan membantu Sang Raja. Setiap hari kakak-kakak Puteri Kuning kerjanya hanya bermain di sekitar danau dan atau bertengkar memperebutkan sesuatu.

Suatu hari Sang Raja hendak berkunjung ke kerajaan lain dalam rangka menjalin silaturrahim. Untuk itu ia mengumpulkan seluruh puteri-puterinya. Kepada mereka Sang Raja berkata, “Aku hendak pergi ke kerajaan lain selama beberapa minggu. Buah tangan apa yang kalian inginkan?”.

Tanpa menimbang-nimbang lagi, si sulung (Puteri Jambon) berkata, “Aku ingin perhiasan yang mahal.”

Permintaan yang hampir serupa mahal dan mewahnya juga diajukan oleh adik-adik Puteri Jambon. Hanya Puteri Kuning sajalah yang mendekat dan memegang lengan ayahnya sambil berkata, “Aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat.”

“Sungguh baik perkataanmu, wahai puteriku. Mudah-mudahan saja aku dapat kembali dengan selamat dan membawakan hadiah yang indah untukmu,” kata sang raja.

Singkat cerita, setelah Sang Raja pergi kelakuan anak-anaknya malah menjadi semakin nakal dan malas. Bukannya bersedih, mereka malah merasa gembira karena selain Sang Raja, di seluruh kerajaan tidak ada yang berani melarang. Kesempatan ini mereka pergunakan untuk membentak dan menyuruh para inang pelayan sekehendak hati. Para inang pun menjadi sibuk sehingga tidak sempat membersihan taman istana kesayangan Sang Raja.

Melihat hal itu Puteri Kuning segera mengambil sapu dan mulai membersihkan taman kesayangan ayahandanya. Dedaunan kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan berlebih dipangkasnya agar terlihat lebih rapi. Sementara kakak-kakaknya yang melihat Puteri Kuning sibuk di taman, malah mencemooh. “Lihat, tampaknya kita memiliki pelayan baru,” kata salah seorang diantaranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline