Lihat ke Halaman Asli

Sekaten, Catatan Kecil Sebuah Pergeseran Konsep Dasar

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekaten “catatan kecil sebuah pergeseran konsep dasar”

Sekaten, seperti kita pahami bersama berasal dari kata Syahadatain. Pada masa Sultan HB I, sekaten dijadikan ajang da’wah Islam. Tiket masuk areal alun-alun utara yang notabene dijadikan central perayaan sekaten tak dibayar dengan rupiyah melainkan dengan pembacaan Syahadat. Pergeseran yang muncul pada era sekarang entah apa motivasi dasarnya namun terlihat ada pergeseran konsep di sana. Mungkin di jaman yang serba rupiyah seperti sekarang serta pengukuhan kata DEMOKRASI dan HAM yang dijadikan semangat melebihi apa pun, mengingat konsepnya yang dinggap riil dan lebih manusiawi melatarbelakangi pergeseran ini. Entahlah. Namun kadang dalam hati kecil saya sering berbisik-bisik kecil “alangkah nikmatnya jika perayaan sekaten menggunakan aturan main pencetusnya meski hanya diberlakukan pada minggu-minggu awal sekaten saja misalnya.”

Namun terlepas dari itu semua, memang penggunaan tiket masuk membuat semua warga lintas agama maupun ras dapat lebih nyaman mengikuti perayaan ini. Jadi kesan meniadakan perbedaan mampu terwujud melalui komersilitas pengelolaan perayaan ini.

Nb: ini bukan kritik, bukan protes, dan maaf jika terlalu lancang. Ini hanya sekedar gelitikan hati kecil yang sudah lama singgah dan belum sempat diapresiasi saja.

Sekian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline