Indonesia akan melaksanakan pemungutan suara Pilkada serentak yang diikuti 270 daerah yang terdiri dari 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota pada 9 Desember 2020 mendatang. Tanggal pelaksanaan pilkada ini dietapkan dalam rapat dengar pendapat antara Kemendagri dengan Komsisi II DPR, dan penyelenggara pemilu pada 27 Mei 2020.
Sebelumya Pilkada akan dilaksanakan pada 23 September 2020, tetapi karena adanya pandemi COVID-19, pemerintah dan penyelenggara pemilu memutuskan menunda pelaksanaan pilkada tersebut seperti yang tertuang pada Pasal 201A PERPPU 2/2020 yang menyatakan pemungutan suara ditunda karena terjadi bencana nonalam dan dapat dilaksanakan jika bencana tersebut berakhir.
Penyelenggaraan pilkada di masa pandemi ini tentu menuai banyak polemik, karena pemilu sendiri identik dengan kerumunan massa. Hal ini bertolak belakang dengan aturan dan himbauan pemerintah itu sendiri untuk jaga jarak dan tidak berkerumun. Dengan pertimbangan pandemi, beberapa pihak mengusulkan untuk menunda pilkada hingga masa pandemi benar-benar berakhir.
Indonesia sendiri masih berusaha untuk mengakhiri pandemi ini dengan berbagai upaya kebijakan, akan tetapi upaya-upaya tersebut tidak seutuhnya berjalan dengan semestinya, seperti ada beberapa masyarakat yang tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak di tempat umum. Kemudian, apa pertimbangan pemerintah untuk melaksanakan pikada serentak peridode ini?
Aturan Hukum
Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan kegalauan di berbagai kalangan. Pemerintah melakukan banyak upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 dengan berbagai aturan kebijakan dan himbauan yang menyebabkan mobilitas masyarakat cukup sulit, seperti di bidang pendidikan ada penutupan sekolah, di bidang keagamaan ibadah dilaksanakan di rumah masing-masing, tetapi hal tersebut dikecualikan dalam hal pilkada.
Kenapa demikian? WHO mempredikasi bahwa pandemi COVID-19 akan berakhir dalam rentan waktu 2 (dua) tahun. Di dalam ruang ketidakpastian ini mau tidak mau negara harus bergerak menjalankan amanat hukum.
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menyatakan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali dan Pasal 4 UU No. 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, menyatakan pemilihan dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali serentak dan secara nasional.
Oleh karena itu, karena ketidakpastian berakhirnya pandemi ini, pilkada harus tetap dijalankan agar tidak terjadi abuse of power dan conflict of interest. Dalam Perppu sendiri hanya mengatur jangka waktu dan mengatur siapa yang berwenang melakukan penundaan atau melanjutkan pilkada. Perppu ini juga sama sekali tidak membatalkan satu pasal pun dalam Perundang-undangan.
Proses Pelaksanaan Pilkada Harus Terstruktur