Lihat ke Halaman Asli

Handi Aditya

TERVERIFIKASI

Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Ujung Jalan Mario Mandzukic

Diperbarui: 26 Desember 2019   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mario Mandzukic, sumber : calciomercato.com

Saat saya beristirahat di sebuah warung nasi di daerah Dusun Bogor, Wonogiri, Jawa Tengah saya bertemu dengan Ragil, putra dari Bapak Slamet, seorang guru ngaji yang biasa mengajar di Musala setempat. Ragil menceritakan ke saya mengenai ayahnya.

Ayah Ragil adalah seorang petani, penggarap sawah milik keluarga bekas kepala desa setempat, yang sejak 2017 lalu, sudah beralih kepemilikan.

Berpindah tangannya lahan yang biasa digarap Pak Slamet ini, membuatnya sudah tak lagi diperkenankan menggarap lahan tersebut. Konon, lahan bekas sawah tadi, rencananya akan dijadikan villa berikut tempat wisata.

Oleh sebab itu, Pak Slamet kini hanya mengandalkan kemampuannya mengajar mengaji, sebagai satu-satunya mata pencaharian.

Murid-muridnya adalah anak-anak dari lingkungan setempat, totalnya ada 15 anak, dengan iuran yang ditarik sebesar lima ribu rupiah per-anak setiap minggu.

Cerita dari Ragil mengenai sang ayah, entah mengapa justru mengingatkan saya terhadap situasi dari salah seorang pemain depan Juventus yang memiliki nasib serupa. Namanya Mario Mandzukic.

Selama musim 2019-2020, Mario, sapaan akrabnya, belum sekalipun dimasukkan ke dalam skuad Il Bianconeri di ajang manapun. Jangankan sebagai pemain cadangan, nama Mario bahkan sudah tak lagi diikutsertakan dalam sesi latihan klub, sepanjang musim ini berjalan.

Situasi yang tengah menimpa Mario memang sangat bias. Baik pihak klub, maupun dari pihak Mario sendiri, sama-sama enggan bersuara mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Media seolah dibiarkan berspekulasi mengenai nasib penyerang bernomor punggung 17 ini.

Padahal, di musim-musim sebelumnya, ujung tombakTimnas Kroasia ini merupakan salah satu pemain kunci dan kerap menjadi pembeda di lapangan.

Saat bergabung pertama kali di musim 2015-2016, misalnya, lini depan Juventus nyaris hanya diisi oleh para pemain muda yang minim jam terbang. Dybala, yang antara lain itu, masih sangat 'hijau'. Sementara Alvaro Morata, masih sulit menemukan konsistensi.

Tetapi berkat kematangan dan pengalaman Mario, lini depan Juventus menjadi tetap begitu ditakuti. Mengingat, klub asal Turin itu baru saja ditinggal oleh Carlos Tevez dan Fernando Llorente. Kehadiran Mario terlihat sekali telah menambah kepercayaan diri bagi rekan-rekan mudanya di lini depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline