Lihat ke Halaman Asli

Emak-Emak Juga Cinta Pancasila

Diperbarui: 20 Desember 2022   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjelang tanggal 22 Desember setiap tahunnya yang kita kenal dengan Hari Ibu, penulis jadi 'melo' (melankolis atau sedih). Siapa sih di antara kita yang ujug-ujug (tiba-tiba) jadi orang dewasa seperti sekarang ini? Kita tidak lahir dari batu atau pohon, pastinya ber-ayah dan ber-ibu. 

Nah ibu kita itulah yang mengandung lebih dari sembilan bulan lamanya, dengan 'berat' dibawanya  badan yang semakin besar di bagian perut itu ke mana-mana. Termasuk naik kendaraan umum ketika ibu harus pergi dan pulang kerja. Ibu kita jualah yang memberi air susu ibu (asi) dan makanan bergizi setiap kita membutuhkannya, mendekap dengan kasih sayang bila kita menangis, kedinginan, ketakutan dan masih banyak lagi.

Pendek kata peran ibu jauh lebih besar dari peran ayah, dalam hal ini penulis tak hendak meremehkan sosok ayah. Namun, ijinkan kali ini penulis lebih menyoroti sosok ibu. Akan tetapi lalu apa kaitannya dengan Pancasila, kok berani-beraninya penulis mengangkat judul: "Emak-Emak Juga Cinta Pancasila". 

Peristiwa mengharukan ini bermula dari inspirasi kisah sukses seorang yang bernama Thomas Alfa Edison. Begitu besar peran ibu, betapa hebat motivasi yang diberikan kepada anaknya itu. Sama sekali tak ada sepotong kalimat atau tindakan si-ibu yang melemahkan si-anak, yang ada seratus persen (100%) semangat dan PMA (Positive Mental Attitude).

Yaaa.......PMA, di sini bukanlah singkatan dari Penanaman Modal Asing; boleh-lah kalau dimaknai sebagai Pemicu Makin Andal (Handal) tak peduli siapapun meremehkan emak-emak, karena sesungguhnya begitu besar perannya bagi kita semua, apakah anaknya itu laki-laki atau perempuan. 

Jangan pernah kecil hati, putus asa dan mudah menyerah, terus pupuk sikap mental positif (PMA) kalau Anda mau maju dan berhasil. Perkataan-perkataan negatif hanya akan 'membunuh' karakter kita. 

Oleh karena itu, segera ubah perkataan negatif itu menjadi positif sebagai pemicu/lecutan dan cambuk untuk kita agar semakin semangat dan berusaha lebih keras lagi. Jangan sekali-kali komentar negatif itu sempat terbukti, karena itu hanya akan memadamkan semangat. Buktikan kalau Anda bisa; katakan: "Yes I can -- no I can't !".

Emak yang Pancasilais

Di suatu wawancara, seorang teman saya nampak asyik berbincang dengan seorang ibu setengah baya (emak-emak) yang mempunyai rumah besar, ada aula, ada halaman yang cukup luas dan rindang, Nampak terurus rapi dan terkesan menyejukkan. Biasa digunakan untuk berbagai kegiatan, baik itu kegiatan RT, RW dan bahkan kegiatan keagamaan (berbagai agama yang ada di Indonesia). 

Tempat itu bukan semata-mata diperuntukkan sebagai tempat ibadah melainkan boleh digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bertujuan baik. Tidak berbau politik dan terbuka bagi siapa saja yang memerlukannya tanpa dipungut biaya/bayaran alias gratis. Tidak juga sebagai tempat untuk 'ngerumpi' berbagai hasutan niat jahat yang bertujuan untuk mengobrak-abrik ketenteraman dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Wajah ibu (emak) itu nampak berbinar ketika ada yang minta/meminjam tempat itu untuk kegiatan keagamaan. Dengan tegas si-emak mengatakan 'monggo' (silahkan) tanpa dia tanya agama Islam atau Kristen. Akan tetapi calon si-peminjam lebih dulu mengatakan bagaimana kalau Islam dan bagaimana kalau Kristen? Jawabnya, silahkan saja kalau perlu dikemas secara bersama-sama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline