Lihat ke Halaman Asli

Pancasila Perekat Hidup Bangsa

Diperbarui: 2 Desember 2022   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Judul ini sengaja penulis pilih, karena mencermati kondisi akhir-akhir ini yang penulis rasakan adalah kekuatan Pancasila dengan nilai-nilainya yang tertuang pada masing-masing Sila itu 'surplus' hanya diucapan tetapi 'minus' ditindakan. Buktinya dalam kondisi bangsa yang prihatin karena mengalami musibah yang sambung-menyambung, masih ada saja oknum-oknum yang ingin mencerai-beraikan kerukunan.

Khususnya sebagian umat beragama yang kurang memahami akidah beragama yang benar. Alhasil berkecambuk berbagai pertanyaan di benak ini, mengapa bangsaku ini bukannya bersyukur kalau dalam kedukaan pemerintah langsung turun tangan (Presiden-nya, Menteri-Menterinya dan berbagai komunitas) yang menaruh kepeduliannya terhadap kedukaan yang dialami oleh saudara-saudara se-bangsa -- se-tanah air ini.

Konsep Ketuhanan dalam Sila pertama Pancasila yang sifatnya universal seharusnya dapat menjadi 'perekat' persaudaraan ke-enam agama yang sudah dinyatakan sah diakui oleh pemerintah. Bukankah esensi beragama itu adalah menghargai keberagaman, ada unsur kasih sayang, cinta damai, peduli terhadap sesama ciptaan Tuhan, tetapi mengapa masih saja terjadi perseteruan. Kita bersaudara, harusnya saling membantu, saling mencintai dan dapat menghargai semua perbedaan. Sesungguhnya hanya ada satu yang harus kita lawan yaitu pengkhianat bangsa seperti kaum radikal salah dan sifat-sifat intoleransi.

Benar-benar hal demikian itu menjadi momok yang sangat menakutkan, trauma yang mengerikan, masyarakat menjadi terbelah dan dis-harmoni. Jelas-jelas hal ini merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang sejak lahirnya Indonesia dinyatakan sebagai negara kesatuan berbentuk republik dengan jangkauan wilayah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. 

Oleh karena itu, biarlah kiranya ideologi Pancasila tidak dimengerti sekedar wacana dan Sila-Sila nya hanya cukup dihafal di mulut saja. Namun, jika nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu benar-benar dihayati dan di-implementasikan, penulis yakin bahwa Pancasila itu dapat menangkal gerakan radikal salah dan segala bentuk tindakan yang bersifat in-toleransi.

Menguatnya polotik identitas yang ditandai dengan maraknya politisasi agama dalam praktik berdemokrasi di Indonesia di tingkat nasional dan daerah mengindikasikan bahwa masih ada kelompok-kelompok orang yang tidak ingin Indonesia ini maju. Untuk itu perlu segera dilakukan antisipasi sebagai tindakan re-internalisasi nilai-nilai Pancasila secepatnya. Para pemimpin sepertinya harus berpacu dengan waktu menghadapi pemilu di tahun 2024. Sekalipun secara hitungan kalender masih cukup waktu untuk 'membumikan' Pancasila di hati dan pikiran segenap warga bangsa.

Eling lan waspodo (ingat dan waspada) adalah dua kata yang terus harus dikumandangkan, seruan untuk hidup rukun dan damai jangan sampai seperti orang berteriak di padang pasir atau di ruang hampa. Tindak tegas siapapun yang bermaksud jahat dan ingin memporak-porandakan bangsa ini. Konflik horizontal atas nama Suku-Agama-Ras-Antargolongan (SARA) benar-benar tidak boleh terjadi. Penulis pandang kondisi ini sangat mendesak (urgent) untuk dibasmi di bumi pertiwi. Dalam hal ini Pancasila dapat dijadikan acuan, karena ada unsur Ketuhanan -- Kemanusiaan -- Persatuan -- Musyawarah dan Berkeadilan, menuju masyarakat Indonesia yang madani di kemudian hari.

Tantangan Pancasila Kini dan Yang Akan Datang

Segenap bangsa Indonesia harus mampu menghadapi tantangan yang sedang melanda negeri ini. Tantangan idea Pancasila secara umum berdampak pada rendahnya karakter masyarakat Indonesia akan nilai nasionalisme, bela negara dan daya saing. Kehidupan berbangsa dan bernegara memang bukanlah sebuah persaingan, akan tetapi Indonesia yang berada di tengah bangsa-bangsa di dunia tidak boleh diam dalam zona nyaman (comfort zone). 

Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang banyak ini harus diberdayakan. Rakyat Indonesia harus pandai-pandai dalam menglola diri masing-masing, siap berkolaborasi dengan sesama dan alam, serta senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam literasi sehingga tidak mudah 'dibodohi'.

 Semangat kerja -- kerja -- kerja baik dilakukan secara individu maupun gotong-royong adalah sifat yang telah diturunkan oleh para pendiri bangsa, mari kita hargai. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak mudah melepaskan diri dari cengkeraman penjajah, terbukti lebih kurang 350 tahun lamanya bangsa Indonesia mengalami masa-masa penjajahan. Hanya dengan tekad dan semangat yang menggelora, akhirnya bangsa Indonesia siap 'menggelar karpet merah' untuk kita isi kemerdekaan ini dengan hidup rukun dan damai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline